Uang

Menetapkan kebijakan moneter Quantitative Easing (QE) merupakan salah satu tugas serta tanggung jawab bank sentral. Kebijakan tersebut memiliki tujuan tertentu dan dampak bagi perekonomian.
Meskipun pihak lain tidak dapat mengintervensi kebijakan QE dari bank sentral, pelaksanaannya tidak boleh terjadi secara sembarangan. Ini karena bank sentral perlu mempertimbangkan dampak ekonomi yang timbul saat melaksanakan kebijakan.
Namun, seberapa efektif kebijakan QE dalam membuat ekonomi suatu negara stabil? Dalam artikel ini kami akan membahas apa itu Quantitative Easing. Kemudian, kami juga akan membahas cara kerja beserta dampaknya pada perekonomian.
👉 Data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5 Tahun Terakhir & Proyeksi 2025!
Quantitative Easing adalah kebijakan moneter bank sentral untuk meningkatkan jumlah uang beredar dengan cara menyuntikkan dana ke pasar. Dalam Bahasa Indonesia, kita menyebut istilah QE sebagai pelonggaran kuantitatif.
Tujuan utama dari QE untuk meningkatkan PDB ketika ekonomi sedang mengalami stagnasi. Umumnya, bank sentral menerapkan kebijakan QE dengan cara membeli obligasi pemerintah maupun aset keuangan lainnya.

Bank sentral biasanya menerapkan kebijakan tersebut saat kebijakan konvensional gagal memberikan hasil. Misalnya Jepang menerapkan kebijakan tersebut pada tahun 2001 untuk memerangi deflasi atau Amerika Serikat yang menerapkan kebijakan ini setelah krisis keuangan tahun 2007.
Bank sentral juga dapat menerapkan kebijakan quantitative easing beserta kebijakan ekspansif lainnya sehingga dapat semakin mempercepat laju perekonomian.
Pelonggaran kuantitatif atau QE adalah merupakan kebijakan non-konvensional dari bank sentral untuk merangsang perekonomian saat suku bunga sudah berada di level yang sangat rendah. Tujuannya adalah untuk menambah likuiditas pada sistem keuangan sehingga kredit dan investasi dapat bertumbuh.
Dalam praktiknya, bank sentral akan membeli obligasi pemerintah jangka panjang dalam jumlah besar. Sehingga, harga obligasi akan naik dan menciptakan tambahan uang baru pada sistem perbankan. Akibatnya, suku bunga menjadi turun dan membuat biaya pinjaman untuk masyarakat dan UMKM menjadi lebih murah.
Dengan suku bunga yang rendah, UMKM dan masyarakat terdorong untuk meminjam lebih banyak uang, baik untuk konsumsi maupun investasi. Kemudian, arus dana tersebut akan mengalir ke berbagai sektor ekonomi. Sehingga, permintaan terhadap barang dan jasa meningkat dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
Saat konsumsi dan investasi meningkat, aktivitas ekonomi juga ikut tumbuh, serta harga-harga juta ikut naik. Namun, bank sentral mengharapkan kenaikan harga tersebut tetap berada dalam kisaran target inflasi yang diinginkan. Sehingga, pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara sehat dan terkendali.
👉🏻 Makna Hawkish dan Dovish pada Kebijakan Moneter
Penerapan QE adalah dilakukan bank sentral dan memiliki dampak positif yang cukup besar terhadap perekonomian, terutama dalam situasi krisis. Dengan jumlah uang beredar yang semakin meningkat, suku bunga akan turun sehingga biaya pinjaman menjadi lebih murah.
Hal ini memberikan dampak positif QE adalah mendorong dunia usaha untuk memperluas investasi dan meningkatkan produksi. Di sisi lain, masyarakat juga terdorong untuk berbelanja lebih banyak. Secara keseluruhan, kebijakan ini mempercepat pemulihan ekonomi, menurunkan tingkat pengangguran, dan menjaga stabilitas pasar keuangan.

Namun, kebijakan pelonggaran kuantitatif juga bisa memberikan dampak negatif. Jika dilakukan secara berlebihan, dampak quantitative easing adalah menyebabkan inflasi meningkat tajam. Ini karena terlalu banyak uang beredar daripada jumlah barang dan jasa yang tersedia.
Di sisi lain, investor juga cenderung mencari imbal hasil yang lebih tinggi pada pasar aset seperti saham dan properti. Hal tersebut dapat menyebabkan gelembung harga (asset bubble). Jika gelembung ini pecah, maka risiko krisis keuangan dapat muncul.
Kemudian, QE dapat memperlebar kesenjangan ekonomi. Kelompok masyarakat dengan aset besar menjadi pihak yang paling banyak menikmati keuntungan ketika harga saham dan properti naik. Oleh karena itu, bank sentral harus mengimbangi kebijakan ini dengan strategi keluar yang hati-hati sehingga tidak menimbulkan ketidakseimbangan ekonomi di masa depan.
👉 Inflasi Januari-September 1,82%, Penyebab & Dampak Inflasi
Selama pandemi Covid-19, banyak bank sentral menerapkan kebijakan Quantitative Easing (QE). Hal ini mereka lakukan dalam upaya menyelamatkan perekonomian yang turun tajam akibat bencana yang melanda seluruh dunia tersebut.
Selain pandemi, beberapa bank sentral juga menerapkan kebijakan tersebut saat terjadi krisis ekonomi di tahun 2008.
Berikut 5 contoh bank sentral yang melakukan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) adalah:
Jauh sebelum Covid-19 menyebar, bank sentral AS atau The FED pernah melakukan pelonggaran kuantitatif. Quantitative Easing The FED terjadi karena saat itu Amerika Serikat sedang mengalami krisis ekonomi parah di tahun 2008.
Bahkan krisis yang terjadi saat itu, tercatat sebagai salah satu krisis terparah di AS. Sehingga, bank investasi terbesar keempat AS harus mengalami kebangkrutan akibat tekanan ekonomi yang besar pada saat itu.
Oleh karena itu, The FED quantitative easing adalah bertujuan untuk menstabilkan perekonomian AS pasca krisis. Mereka memberikan stimulus ekonomi untuk menjaga likuiditas pasar dengan cara membeli obligasi dalam jumlah yang besar.
👉FED Rate Turun: Investasi di 10 Saham Terbaik Ini!
Quantitative easing Indonesia juga pernah terjadi saat perekonomian terdampak Covid-19. Saat itu, kebijakan quantitative easing Bank Indonesia adalah memberikan stimulus ekonomi dalam jumlah yang besar, mencapai ratusan triliun Rupiah.
Untuk menurunkan suku bunga, Bank Indonesia membeli SBN dalam jumlah besar. Kemudian, mereka menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan Giro Wajib Minimum (GWM) valas.
👉Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga BI Rate 5,75%
Tidak berbeda jauh dengan Bank Indonesia (BI), ECB juga melakukan hal serupa dengan menerapkan berbagai program pelonggaran kuantitatif selama pandemi Covid-19. ECB melakukan pembelian obligasi dan aset keuangan lainnya dalam jumlah besar untuk memberikan stimulus ekonomi yang punya tujuan menurunkan suku bunga di Uni Eropa.
👉Bank Sentral Eropa Pangkas Suku Bunga ECB Rate 25 bps
Bank sentral Inggris atau disebut Bank of England pertama kali melakukan pelonggaran kuantitatif (QE) pada Maret 2009 untuk menstabilkan ekonomi yang saat itu terdampak krisis ekonomi 2008. Di tahun tersebut, suku bunga di Inggris sudah sangat rendah dan tidak mungkin lagi untuk diturunkan.
Namun, Bank of England punya cara lain untuk menurunkan suku bunga dan mencapai target inflasi yaitu dengan membeli obligasi di bank dalam jumlah besar. Sehingga, harga obligasi naik dan menurunkan suku bunga jangka panjang.
Sebagai kekuatan ekonomi di Asia dan dunia, kebijakan bank sentral di Jepang dapat berdampak besar bagi perekonomian di negara-negara lain. Tercatat, Bank of Japan telah menerapkan kebijakan Quantitative Easing (QE) sejak tahun 2001.
Namun, sejak tahun 2024, Bank of Japan mulai mengurangi pelonggaran kuantitatif dengan membatasi pembelian dan mengurangi kepemilikan obligasi dalam jumlah besar untuk menormalkan kebijakan moneter di Jepang.

Selain kebijakan quantitative easing, bank sentral juga dapat menerapkan kebijakan yang berlawan yaitu quantitative tightening. Kebijakan ini memiliki cara kerja mengurangi jumlah uang beredar sehingga suku bunga naik. Untuk lebih jelasnya, berikut tabel perbedaan Quantitative Easing dan Quantitative Tightening:
| Tujuan Utama | Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar. Sehingga, mendorong pertumbuhan ekonomi dan mencapai target inflasi. | Mengurangi jumlah uang beredar dan menaikkan suku bunga. Sehingga, dapat menekan inflasi dan mencegah terjadinya gelembung aset. | |||
| Cara Kerja | Bank sentral membeli obligasi dan aset keuangan dalam jumlah besar. Langkah ini dapat menaikkan harga obligasi, menurunkan suku bunga, dan membuat biaya pinjaman menjadi lebih murah. | Bank sentral mengurangi atau menghentikan pembelian obligasi dan aset keuangan. Sehingga, harga obligasi menjadi turun, suku bunga naik, dan biaya pinjaman menjadi lebih mahal. | |||
| Dampak Utama | Likuiditas meningkat, biaya pinjaman turun, konsumsi dan investasi meningkat. Ketiga hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. | Likuiditas menjadi berkurang, biaya pinjaman menjadi mahal, dan tingkat investasi melambat. Sehingga, mereka dapat menekan inflasi. | |||
| Kapan Diterapkan | Saat krisis atau resesi ekonomi. Penerapan kebijakan ini efektif ketika suku bunga sudah sangat rendah dan perekonomian membutuhkan dorongan likuiditas. | Saat ekonomi tumbuh terlalu cepat atau terjadi inflasi tinggi. Kebijakan ini berguna untuk menjaga stabilitas harga dan mencegah gelembung aset. | |||
| Contoh Kasus | Indonesia menerapkan QE pada tahun 2020–2021 untuk menghadapi dampak pandemi Covid-19 dan menjaga daya beli masyarakat. | Jepang saat ini sedang melakukan QT dengan mengurangi pembelian obligasi untuk mengendalikan inflasi dan risiko kenaikan harga aset. |
| Aspek | Quantitative Easing (QE) | Quantitative Tightening (QT) |
|---|---|---|
| Tujuan Utama | Menurunkan suku bunga dan meningkatkan jumlah uang beredar. Sehingga, mendorong pertumbuhan ekonomi dan mencapai target inflasi. | Mengurangi jumlah uang beredar dan menaikkan suku bunga. Sehingga, dapat menekan inflasi dan mencegah terjadinya gelembung aset. |
| Cara Kerja | Bank sentral membeli obligasi dan aset keuangan dalam jumlah besar. Langkah ini dapat menaikkan harga obligasi, menurunkan suku bunga, dan membuat biaya pinjaman menjadi lebih murah. | Bank sentral mengurangi atau menghentikan pembelian obligasi dan aset keuangan. Sehingga, harga obligasi menjadi turun, suku bunga naik, dan biaya pinjaman menjadi lebih mahal. |
| Dampak Utama | Likuiditas meningkat, biaya pinjaman turun, konsumsi dan investasi meningkat. Ketiga hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. | Likuiditas menjadi berkurang, biaya pinjaman menjadi mahal, dan tingkat investasi melambat. Sehingga, mereka dapat menekan inflasi. |
| Kapan Diterapkan | Saat krisis atau resesi ekonomi. Penerapan kebijakan ini efektif ketika suku bunga sudah sangat rendah dan perekonomian membutuhkan dorongan likuiditas. | Saat ekonomi tumbuh terlalu cepat atau terjadi inflasi tinggi. Kebijakan ini berguna untuk menjaga stabilitas harga dan mencegah gelembung aset. |
| Contoh Kasus | Indonesia menerapkan QE pada tahun 2020–2021 untuk menghadapi dampak pandemi Covid-19 dan menjaga daya beli masyarakat. | Jepang saat ini sedang melakukan QT dengan mengurangi pembelian obligasi untuk mengendalikan inflasi dan risiko kenaikan harga aset. |
👉🏻 Badai Finansial 2030: Apa itu, Penyebab, Cara Menghadapi
Berikut daftar beberapa kelebihan dan kekurangan pelonggaran kuantitatif yang sudah kami rangkum dalam tabel di bawah ini:
| Menurunkan suku bunga pinjaman. Sehingga, mempermudah pelaku usaha dan masyarakat dalam memperoleh pembiayaan. | Jumlah peredaran uang yang terlalu banyak dapat menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa di atas target inflasi BI. | ||
| Mendorong pertumbuhan ekonomi karena bunga rendah, konsumsi dan investasi meningkat. Dengan begitu perekonomian menjadi lebih cepat pulih. | Melemahkan Rupiah sehingga meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit perdagangan. | ||
| Membuat harga ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar global. | Hanya kelompok masyarakat dengan aset besar yang dapat menikmati keuntungan besar. Sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial. | ||
| Bisa menjadi solusi untuk menstimulus perekonomian ketika BI rate sudah mendekati angka 0%. | Penurunan suku bunga membuat bunga deposito menjadi semakin rendah. Hal ini tentu saja merugikan para investor konservatif. | ||
| Menstabilkan pasar saham dan obligasi domestik karena meningkatkan permintaan investor. | Meskipun bank memiliki likuiditas tinggi, mereka belum tentu akan menyalurkannya ke kredit produktif. Ini karena adanya risiko kredit. |
| ✅ Kelebihan | ❌ Kekurangan |
|---|---|
| Menurunkan suku bunga pinjaman. Sehingga, mempermudah pelaku usaha dan masyarakat dalam memperoleh pembiayaan. | Jumlah peredaran uang yang terlalu banyak dapat menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa di atas target inflasi BI. |
| Mendorong pertumbuhan ekonomi karena bunga rendah, konsumsi dan investasi meningkat. Dengan begitu perekonomian menjadi lebih cepat pulih. | Melemahkan Rupiah sehingga meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit perdagangan. |
| Membuat harga ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar global. | Hanya kelompok masyarakat dengan aset besar yang dapat menikmati keuntungan besar. Sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial. |
| Bisa menjadi solusi untuk menstimulus perekonomian ketika BI rate sudah mendekati angka 0%. | Penurunan suku bunga membuat bunga deposito menjadi semakin rendah. Hal ini tentu saja merugikan para investor konservatif. |
| Menstabilkan pasar saham dan obligasi domestik karena meningkatkan permintaan investor. | Meskipun bank memiliki likuiditas tinggi, mereka belum tentu akan menyalurkannya ke kredit produktif. Ini karena adanya risiko kredit. |
Apa pun kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral pasti akan memberikan dampak besar terhadap suku bunga dan likuiditas di pasar. Sebagai investor, kebijakan pelonggaran kuantitatif (QE) dapat memberikan sentimen positif bagi beberapa instrumen investasi seperti saham, emas, dan reksa dana.
Pelonggaran kuantitatif dapat menyebabkan harga emas naik karena nilai tukar uang yang menurun. Sehingga, banyak investor yang lebih memilih emas sebagai aset investasi yang lebih aman dan kebal inflasi.
👉 Simak cara investasi emas selengkapnya: Berinvestasi Emas: Saham, ETF, Pendanaan Bersama, dan Emas Fisik
Sementara pasar saham juga mendapatkan sentimen positif dari kebijakan QE karena terjadi peningkatan daya beli masyarakat di sektor konsumsi.
👉Ini pilihan saham yang layak dicermati investor: Rekomendasi Saham Terbaik di Indonesia 2025
Selain saham dan emas, reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap adalah instrumen investasi yang layak dicermati investor di saat bank sentral menerapkan pelonggaran kuantitatif (QE). Anda bisa mengetahui rekomendasi produk reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana indeks terbaik di bawah ini.