Bursa

Bank Indonesia kembali memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI rate sebesar 4,75%. Diikuti dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75% dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,5%. Keputusan ini merupakan upaya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah tingginya ketidakpastian global.
Sepanjang 2025 Bank Indonesia telah memangkas suku bunga BI rate sebanyak lima kali yaitu pada Januari, Mei, Juli, Agustus dan September 2025. Penurunan suku bunga BI rate terjadi sebanyak 125 basis poin (bps) dari 6% di Desember 2024 menjadi 4,75%. Ini merupakan suku bunga terendah sejak 2022.
Kebijakan Bank Indonesia mengenai suku bunga BI Rate adalah kebijakan yang dinamis mengingat kondisi ekonomi dunia dan Indonesia yang mengalami perubahan dengan cepat.
Apa itu Bank Indonesia dan kebijakan suku bunga BI? Bagaimana perannya dan kapan pertemuan para Gubernur BI dilaksanakan untuk membuat kebijakan moneter? Kami akan membahasnya di artikel ini!
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Desember 2025 memutuskan BI Rate tetap sebesar 25 bps menjadi 4,75%. Demikian juga suku bunga Depocit Facility tetap 3,75% dan suku bunga Lending Facility tetap 5,5%. BI telah menahan suku bunga sejak Oktober 2025. Kebijakan ini juga memberikan isyarat suku bunga BI rate masih dalam tren rendah.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI-Rate lebih lanjut dengan prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, serta perlunya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo
Dengan demikian, maka suku bunga BI rate Desember 2025 adalah:

Keputusan ini konsisten dengan fokus kebijakan jangka pendek pada stabilisasi nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk investasi portofolio asing dari dampak meningkatnya ketidakpastian global. Di sisi lain, BI tetap memperkuat efektivitas transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh selama ini.
Kami memandang fokus kami saat ini stabilitas rupiah untuk kebijakan jangka pendek. Menjaga stabilitas rupiah karena agar ekonomi RI berdaya tahan dari ketidakpastian global yang terus berlanjut
Ruang penurunan suku bunga BI rate ke depan akan melihat bagaimana kondisi ekonomi dan stabilitas pasar keuangan. BI dalam jangka panjang juga akan berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun utamanya adalah stabilitas di tengah dinamika global saat ini.
BI dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi juga melihat bahwa masih perlu ada langkah lebih lanjut untuk mendorong kredit atau pembiayaan dan meningkatkan likuiditas perbankan.
BI melihat bahwa konsumsi rumah tangga di kuartal IV-2025 mulai membaik dengan adanya belanja sosial Pemerintah dan keyakinan rumah tangga terhadap kondisi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja yang terus meningkat. Kondisi ini mendorong peningkatan penjualan eceran di berbagai kelompok barang.
Investasi nonbangunan juga membaik sejalan dengan pola ekspansi PMI manufaktur. Namun Indonesia menghadapi risiko perlambatan ekspor ke AS karena seiring berakhirnya frontloading ekspor AS, menurunnya ekspor besi baja ke China dan CPO ke India. Selain itu, BI juga melihat lapangan usaha utama menunjukkan kinerja yang positif.
Dari sisi inflasi, BI melihat inflasi masih dalam kisaran sasaran. BI juga melihat peran kredit perbankan masih perlu didorong untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Saat ini permintaan kredit masih belum kuat karena pelaku usaha masih wait and see serta penurunan suku bunga kredit yang masih lambat.
Sehingga, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan di kisaran 4,7-5,5% dan akan meningkat menjadi 4,9-5,7% pada 2026.
BI juga melihat inflasi sudah terjaga dalam kisaran. Namun masih cukup rendah karena pertumbuhan ekonomi yang masih rendah.
Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2025 dan 2026 masih rendah dalam sasaran 2,5±1%. Inflasi inti diprakirakan tetap rendah seiring ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas ekonomi yang masih besar, imported inflation yang terkendali, dan dampak positif dari digitalisasi.
BI memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit. Sehingga pada akhirnya bisa mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat. BI melihat pertumbuhan kredit hingga Oktober 2025 mulai menjauhi target kisaran antara 8% hingga 11%. Sehingga BI memprediksi bahwa pertumbuhan kredit 2025 akan berada di batas bawah kisaran 8-11% secara tahunan (yoy).
Permintaan kredit yang belum kuat dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih menahan ekspansi (wait and see), optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, dan suku bunga kredit yang masih relatif tinggi.
BI melihat perekonomian global jangka pendek cukup membaik. Namun tetap perlu mewaspadai ketidakpastian ke depannya. BI merevisi pertumbuhan ekonomi global dari 3,1% menjadi 3,2% didorong oleh kenaikan ekonomi Jepang dan India.
Sementara itu, ekonomi Kawasan Eropa tetap baik. Namun ekonomi AS masih melambat pada 2025 karena dipengaruhi oleh temporary government shutdown dan pelemahan pasar tenaga kerja. Prospek ekonomi China juga terus melambat dipengaruhi permintaan domestik yang lemah.
Namun, pada tahun 2026 pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan melemah. BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun 2026 hanya tumbuh 3%. Kondisi ini dipengaruhi oleh dampak lanjutan tarif resiprokal AS dan kerentanan rantai pasokan global.
Per 7 Agustus 2025, tarif resiprokal AS meluas dari 44 negara menjadi 70 negara. Adapun tarif untuk India dan Swiss lebih tinggi dari pengumuman semula.
Namun ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat di tengah terjadinya temporary government shutdown dan arah suku bunga AS. Pertumbuhan ekonomi AS masih melambat akibat berlanjutnya dampak tarif dagang AS dan sempat berhentinya aktivitas Pemerintah yang terlama sepanjang sejarah yang berdampak pada tetap lemahnya kondisi ketenagakerjaan AS.
Aliran modal global ke komoditas emas dan aset keuangan AS sebagai safe haven assets terus berlanjut. Sementara itu aliran modal ke emerging market lebih terbatas ke pasar saham. Kondisi ini memerlukan kewaspadaan dan penguatan kebijakan.
👉🏻 Bom Donald Trump: Kontroversi Alasan Trump Naikkan Tarif Impor
Dalam melihat jadwal kegiatan Bank Indonesia di kalender Bank Indonesia beberapa agenda yang perlu Anda cermati adalah:
Bank Indonesia melaksanakan RDG BI setiap bulan atau ada 12 kali pertemuan sepanjang tahun. Berikut jadwalnya:
Bank Indonesia adalah bank sentral negara Indonesia yang bertugas dan memiliki tujuan mencapai stabilitas nilai Rupiah, memelihara sistem pembayaran dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Tujuannya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
BI adalah bank sentral Indonesia yang independen, tugas dan wewenangnya tercantum dalam UU Nomor 4 Tahun 2023. Saat ini Gubernur Bank Indonesia adalah Perry Warjiyo. Adapun dalam melaksanakan tugasnya, Gubernur BI dibantu oleh Deputi Gubernur, yang seluruhnya kemudian disebut sebagai Dewan Gubernur BI.
Cikal bakal adanya Bank Indonesia adalah Bank Courant en Bank Ven Leening. Ini adalah bank pertama di Indonesia yang tugasnya menunjang kegiatan perdagangan dengan memberi pinjaman kepada pegawai VOC. Kemudian pada tahun 1818, Bank Caourant en Bank Van Leening tutup karena krisis keuangan.
Lalu pada tahun 1828, pemerintah Belanda memberikan hak-hak istimewa kepada De Javasche Bank (DJB) sebagai bank sirkulasi. Wewenang DJB antara lain mencetak dan mengedarkan uang Gulden di wilayah Hindia Belanda. DJB merupakan bank sirkulasi pertama di Asia.
Kemudian pada masa penjajahan Jepang tahun 1942, DJB dilikuidasi dan digantikan dengan Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG). Lantas, setelah pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, NICA kembali mendirikan DJB untuk mencetak uang dan mengedarkan uang untuk mengacaukan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, Indonesia telah membentuk bank sirkulasi yaitu Bank Negara Indonesia (BBNI) yang menyebabkan dualisme bank sirkulasi dan muncul peperangan mata uang (currency war).
Lalu pada 1951, muncul desakan kuat untuk mendirikan bank sentral. Oleh karena itu pemerintah membentuk Panitia Nasionalisasi DJB untuk membeli 97% saham DJB oleh pemerintah RI. Bank Indonesia kemudian resmi berdiri sebagai bank sentral pada 1 Juli 1953. BI lalu resmi menjadi bank sentral Independen pada tahun 2004 melalui UU No 3 Tahun 2004.
Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia memiliki tugas dan fungsi utama yaitu mengelola bidang moneter, stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran pengelolaan uang Rupiah. Pengelolaan ketiga bidang tersebut diimplemenasikan melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan melakukan operasi berbagai instrumen yang sesuai dengan bidang tugas terkait.

Bank Indonesia menjadi lembaga independen yang sangat penting bagi kesehatan ekonomi Indonesia. Setiap keputusan RDG BI akan memberikan dampak pada pasar keuangan dalam negeri.
Saat BI memangkas suku bunga, artinya BI ingin ada banyak uang yang beredar di masyarakat alih-alih membuat masyarakat menyimpan uangnya. Berikut penjelasan pengaruh pemangkasan suku bunga BI rate terhadap pasar:
Saat BI memilih menaikkan suku bunga, maka bank sentral ingin mengurangi likuiditas atau jumlah uang yang beredar. Akibatnya ada perlambatan ekonomi.
👉🏻 Rapat Bank Sentral Eropa 2025: ECB Rate & Jadwal