Non Performing Loan: Risiko Investasi di Saham Perbankan

Memerikan nilai Non Performing Loan (NPL) dari suatu saham bank merupakan hal yang wajib Anda lakukan sebelum berinvestasi di dalamnya. Ini karena nilai NPL bank dapat menunjukkan tingkat risiko kredit, profitabilitas bank, hingga pertumbuhan ekonomi.

Saham-saham big bank yang menguasai industri perbankan nasional memiliki peran yang sangat penting dalam menopang perekonomian Indonesia. Ini tidak lepas dari fungsi bank itu sendiri, yaitu menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kembali melalui berbagai jenis pinjaman. Sehingga, kredit yang mereka salurkan kepada masyarakat dapat menciptakan perputaran ekonomi dan berdampak pada kenaikan tingkat konsumis dan investasi.
Namun, saat ini seluruh industri perbankan seluruh dunia sedang berada dalam kondisi cemas. Ini karena kebijakan tarif impor AS dari Donald Trump yang menyebabkan kenaikan risiko gagal bayar perusahaan kepada bank. Faktor inilah yang menyebabkan naiknya NPL bank dan mempengaruhi profitabilitas bank.
Pada kondisi tertentu, NPL yang sangat tinggi dapat menyebabkan sebuah bank mengalami kebangkrutan. Misalnya, Lehman Brothers sebagai bank investasi terbesar keempat di AS. Mereka mengalami kebangkrutan pada September 2008 karena banyak nasabah yang mengalami gagal bayar dan membuat NPL bank tersebut naik tajam.
Lantar, berapa nilai NPL yang baik?
Dalam artikel ini, kami akan membahas apa itu NPL. Kemudian, kami juga akan memberikan penjelasan terkait faktor yang menjadi penyebabnya, contoh kasus, dan pengaruhnya terhadap kinerja saham perbankan.
Apa itu Non Performing Loan (NPL)?
Non Performing Loan adalah istilah keuangan pada layanan pinjaman dari suatu bank dengan rasio kredit bermasalah atau nasabah yang mengalami kesulitan membayar utangnya. Kita juga dapat menyebut kredit bermasalah dengan istilah gagal bayar.
Kredit macet atau gagal bayar ini menjadi salah satu faktor penilaian NPL. Namun, apakah kredit macet sama dengan NPL?
Perbedaan NPL dan Kredit Macet
Kedua istilah tersebut sebenarnya tidak sama dalam hal pengertian dan memiliki perbedaan yang wajib Anda ketahui. Berikut daftar perbedaannya:
NPL | Kredit Macet |
Penilaian NPL berdasarkan rasio kredit yang meliputi kualitas kredit diragukan, kurang lancar, dan macet. | Penentuan kredit macet berdasarkan utang yang tidak terbayarkan pada jangka waktu tertentu. |
NPL tinggi pada suatu bank dapat menunjukkan bahwa ada masalah pada pembayaran kredit nasabah ke bank. Hal ini dapat berpengaruh terhadap keuntungan dan likuiditas dari suatu bank. | Kredit macet menunjukkan bahwa nasabah sudah tidak punya kesanggupan untuk melunasi utang dan bunga, serta punya tingkat gagal bayar yang sangat tinggi. |
Berapa Nilai NPL yang Baik?
Nilai NPL yang berpredikat baik sebenarnya bervariasi, tergantung otoritas keuangan yang mengatur dan regulasi yang berlaku pada suatu negara. Menurut Bank Indonesia (BI), batas nilai NPL yang baik sebesar 5% atau kurang dari itu.

Ada tiga kategori rasio NPL yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.17/11/PBI/2015. Berikut kategori NPL berdasarkan nilainya:
Nilai NPL | Kategori |
<2% | Sangat Sehat |
2%-5% | Sehat |
>5% | Tidak Sehat |
Rumus menghitung NPL
Berikut rumus menghitung rasio kredit NPL:
Rasio NPL = total kredit : total NPL x 100%
Bagaimana Cara Membaca Rasio NPL di Laporan Keuangan Bank
Sebagai investor, penting untuk mengetahui cara membaca rasio NPL:
- Buka Laporan Keuangan saham perbankan melalui website resmi bank atau di website Bursa Efek Indonesia, kemudian pilih Laporan Keuangan.
- Cari pada bagian Kualitas Aset pada laporan keuangan untuk melihat jumlah kredit yang diberikan serta rincian kualitas kredit.
- Cari rasio NPL pada laporan keuangan, biasanya dilaporkan setiap kuartal dengan rincian NPL Gross dan NPL Net. NPL Gross adalah menggambarkan rasio kredit bermasalah sebelum memperhitungkan cadangan kerugian. Sedangkan NPL Net adalah rasio setelah cadangan kerugian dikurangkan.
Dampak dari Non Performing Loan yang Tinggi
Sebagai seorang investor, Anda harus berhati-hati jika ada saham bank memiliki nilai NPL yang tinggi. Namun, hal ini juga tida bisa menjadi satu-satunya patokan saat menganalisis rasio keuangan saham bank tersebut.
Nilai NPL yang tinggi dari suatu bank tidak hanya memperlambat pertumbuhan bisnis, namun juga bisa membuat keuntungan bank semakin kecil dan mempengaruhi kinerja saham bank.
Berikut beberapa dampak dari tingginya NPL pada suatu bank:
- Memburuknya kondisi keuangan bank: Ini karena NPL yang tinggi menggambarkan kualitas kredit yang barik akibat tingginya risiko gagal bayar nasabah.
- Penurunan pendapatan bank: Oleh karena banyak nasabah yang gagal bayar, pendapatan bank yang bersumber dari bunga pinjaman juga mengalami penurunan signifikan.
- Meningkatnya biaya cadangan bank: Untuk menutupi banyak nasabah yang mengalami gagal bayar, bank wajib menyiapkan biaya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang lebih besar untuk mengantisipasi risiko kredit.
- Berkurangnya likuiditas bank: Meningkatnya biaya cadangan bank akan mempengaruhi likuiditas suatu bank dalam menyalurkan kredit baru ke masyarakat.
Dampak selanjutnya dari NPL yang tinggi bagi nasabah adalah membuat mereka mengalami kesulitan melakukan pengajuan pinjaman ke bank. Ini karena berkurangnya likuiditas bank akibat harus menutupi utang nasabah yang tidak terbayarkan. Sehingga, bank akan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru kepada masyarakat guna mengurangi risiko kredit.
Penyebab Tingginya NPL
Ada pepatah mengatakan “tidak ada asap kalau tidak ada api“, NPL yang tinggi terjadi karena ada beberapa masalah berikut:
Penjaminan Kredit dan Penilaian Risiko yang Buruk
Buruknya penjaminan kredit dan penilaian risiko di suatu bank bisa membuat NPL bank naik tajam. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa hal berikut ini.
- Prosedur kredit yang lemah: Evaluasi dan analisis yang lemah terkait profil risiko calon peminjam akan menimbulkan masalah di kemudian hari dan meningkatkan risiko gagal bayar.
- Credit analysis yang kurang kompeten: Penjaminan kredit dan penilaian risiko yang buruk akibat credit analysis yang kurang berkompeten dalam mengevaluasi dan menilai pengajuan pinjaman dari nasabah.
- Bunga pinjaman yang tinggi: Suku bunga pinjaman yang tinggi dapat menyebabkan banyak nasabah kesulitan dalam membayar utangnya. Hal ini umum terjadi ketika di masa-masa ekonomi yang sedang sulit seperti sekarang.
👉🏻 Suku bunga pinjaman atau suku bunga kredit berkaitan erat dengan kebijakan suku bunga acuan BI: Suku Bunga BI Rate Mei 2025 Turun jadi 5,5%
👉🏻 Pertemuan The Fed Maret 2025: Pertahankan Suku Bunga 4,25-4,5%
👉🏻 Bank Sentral Eropa Pangkas Suku Bunga ECB Rate Jadi 2% per Juni 2025
Faktor Ekonomi dan Makroekonomi

Penyebab NPL tinggi selanjutnya yaitu faktor ekonomi dan makroekonomi seperti inflasi yang tinggi, kondisi ekonomi yang tidak stabil, atau perubahan regulasi yang terjadi. Faktor-faktor tersebut akan berdampak besar terhadap perubahan suku bunga, nilai tukar mata uang, dan juga memicu ketidakpastian ekonomi. Sehingga, risiko kredit akan semakin tinggi dan berimbas terhadap banyaknya nasabah yang mengalami gagal bayar atau kredit macet.
👉 Badai Finansial 2030: Apa itu, Penyebab, Cara Menghadapi
Faktor Internal Bank
Selain karena faktor ekonomi dan makroekonomi, atau analisa risiko kredit yang buruk. Ada penyebab lainnya yang membuat NPL suatu bank bisa naik tajam, yaitu karena ada beberapa faktor internal bank itu sendiri di antaranya:
- Modal bank yang minim
- Likuiditas bank yang tidak baik
- Menurunnya Return on Asset (ROA)
- Skala bisnis
Keempat faktor di atas memiliki kontribusi besar terhadap nilai NPL. Di mana, biaya operasional bank yang tinggi namun tidak dikelola secara efisien bisa berpengaruh terhadap kualitas kredit serta berimbas terhadap naiknya nilai NPL.
Perbandingan Non Performing Loan (NPL) dari Bank Besar di Indonesia
Berikut perbandingan rasio kredit bermasalah terhadap total kredit yang ada pada bank-bank besar di Indonesia:
Nama Bank | Non Performing Loan (NPL) | Loan at Risk (LAR) | NPL Coverage |
BCA (BBCA) | 2% | 6% | 180,5% |
BRI (BBRI) | 2,97% | 11,12% | 200,6% |
Mandiri (BMRI) | 1,2% | 7,2% | 271% |
BNI (BBNI) | 2% | 10,9% | 263,1% |
Berdasarkan tabel di atas, baik Bank BCA, Mandiri, BNI, dan BRI, menjadi bank besar di Indonesia yang memiliki nilai NPL terbaik. Meski demikian, keempat bank tersebut memiliki NPL Coverage yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa keempat bank tersebut sanggup dalam menghadapi potensi kerugian dari kredit yang bermasalah.
Sebagai informasi tambahan, Loan at Risk (LAR) adalah rasio untuk mengukur persentase krediti berisiko. Rasi ini terdiri dari NPL, kredit yang direstrukturisasi, dan kredit dalam perhatian khusus. Sederhananya, ini adalah rasio pada potensi kredit yang memiliki kemungkinan gagal bayar.
👉 Apa itu Danantara & Dampaknya ke BBRI, BMRI dan BBNI
Dampak Tingginya Non Performing Loan (NPL) terhadap Kinerja Saham Perbankan
Tinggi rendahnya nilai NPL dari saham perbankan wajib investor pertimbangkan ketika akan membeli saham tersebut. Berikut beberapa alasan banyak investor enggan membeli saham bank dengan nilai NPL yang tinggi:
Meningkatkan Risiko Investasi
Membeli saham bak dengan nilai NPL lebih dari 5% sangat berisiko. Ini karena niali NPL di atas 5% menunjukkan risiko kredit dengan kategori gagal bayar di bank tersebut sangat tinggi. Sehingga, hal tersebut dapat mengurangi keuntungan dan memperlambat bisnis pada bank tersebut.
Dari sisi investor, tingginya risiko gagal bayar yang ada pada bank tersebut akan mempengaruhi tingkat kepercayaan investor pada saham bank tersebut. Bahkan, banyak investor langsung menjual sahamnya setelah mendengar berita bahwa bank tersebut memiliki nilai NPL yang buruk.
NPL Tinggi Berpengaruh Terhadap Penurunan Harga Saham
Baik dan buruknya kinerja keuangan dari saham perbankan dapat kita lihat dari nilai NPL-nya. Penjualan saham yang terjadi secara besar-besaran karena bank memperoleh nilai NPL yang buruk akan langsung berimbas terhadap penurunan harga saham.
Namun, selain NPL, ada beberapa faktor seperti perubahan suku bunga, tren pasar, kinerja perusahaan, dan kondisi ekonomi. Oleh karena itu, Non Performing Loan (NPL) bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan signifikan pada harga saham bank.
Jangan Hanya Berfokus pada Nilai NPL, Periksa Juga Rasio Keuangan Lainnya!
Sebelum berinvestasi saham perbankan, sebaiknya investor tidak hanya mengecek kinerja keuangan berdasarkan nilai Non Performing Loan (NPL) saja, Namun, investor harus melakukan pengecekan pada aspek keuangan penting lain, misalnya Capital Adequacy Ratio (CAR).
CAR adalah aspek paling penting dari suatu bank yang menunjukkan kecukupan modal untuk menghadapi berbagai risiko dalam beberapa tahun ke depan. Nilai CAR yang tinggi dari suatu bank, mempengaruhi dividen, kesehatan bank, dan kemampuan bank untuk menanggung berbagai risiko selama menjalankan bisnisnya.
Nilai CAR dan NPL bank bisa Anda baca pada laporan keuangan emiten bank yang mereka publikasikan secara berkala setiap 3 bulan sekali. Dengan menganalisis NPL dan CAR, Anda dapat mengukur kemampuan bank untuk menyalurkan kredit dan kemampuan mereka dalam menjaga stabilitas keuangan.
Selain kedua rasio tersebut, masih ada beberapa rasio keuangan lainnya untuk menilai apakah suatu saham perusahaan layak atau tidak untuk berinvestasi di dalamnya.
👉 Anda dapat membaca panduannya dalam artikel Analisis keuangan: Cara Menghitung, dan Jenis-Jenisnya
Di pasar modal, kita mengenal 4 saham big bank yaitu BBRI, BBCA, BMRI, dan BBNI. Keempat saham bank tersebut menarik untuk Anda masukkan dalam portofolio investasi. Ini karena keempatnya juga termasuk ke dalam saham blue chip dengan fundamental yang baik, harga saham yang cenderung stabil, rutin membagikan dividen, dan memberikan keuntungan jangka panjang bagi investor.
👉 Rekomendasi Saham Terbaik di Indonesia 2025
Namun, investor juga perlu mencermati bahwa ada faktor eksternal lainnya yang dapat membuat nilai NPL saham perbankan tersebut naik. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan tarif impor AS Trump yang berdampak besar bagi lebih dari 180 negara di dunia.
👉 Update Perang Dagang: AS-China Tunda Tarif, Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Pertanyaan yang sering diajukan (FAQ) – Non Performing Loan
Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, kategori nilai NPL yang sehat tergantung pada masing-masing otoritas keuangan setiap negara. Namun, kategori nilai NPL yang sehat berdasarkan peraturan Bank Indonesia berkisar antara 2% hingga 5%. Kemudian, jika nilai NPL-nya berada di bawah 2%, maka bank tersebut termasuk ke dalam kategori sangat sehat. Di sisi lain, jika bank memiliki nilai NPL yang melebihi 5%, maka termasuk ke dalam kategori tidak sehat.
Untuk menghitung nilai NPL kita membutuhkan data total NPL dan total kredit. Kemudian, kita harus membagi total NPL tersebut dengan total kredit dan mengalikannya dengan 100%. Sehingga, rumusnya akan menjadi seperti ini: