logo RankiaIndonesia

FOMC putuskan pangkas suku bunga The Fed Oktober jadi 25 bps

Rapat FOMC pada Oktober 2025 kembali memutuskan pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin (bps). Hasil rapat FOMC The Fed menjadi hal yang selalu dinantikan investor. Terutama karena keputusannya langsung memengaruhi pergerakan pasar saham, nilai tukar hingga indeks. Juga memengaruhi perekonomian Amerika Serikat (AS) dan global.
FED

Hasil rapat FOMC terbaru, suku bunga The Fed Oktober 2025 dipangkas sebesar 25 basis poin. Ini menjadi pemangkasan kedua berturut-turut pada September dan Oktober 2025. Langkah ini diambil dengan melihat data perlambatan pasar tenaga kerja Amerika Serikat (AS).

Ini adalah pemangkasan suku bunga The Fed kedua. Di tahun 2024, The Fed terakhir kali memangkas suku bunga pada Desember 2024. Lihat apa yang mendasari keputusan pemangkasan suku bunga The Fed, jadwal rapat The Fed dan proyeksi akhir 2025 dan 22026!

Apa itu The Fed?

suku bunga the fed
Sumber: Situs The Fed

Federal Reserve System (The Fed) adalah sebutan untuk bank sentral Amerika Serikat. The Fed merupakan salah satu institusi paling berpengaruh di dunia. Hasil rapat mereka selalu ditunggu oleh banyak negara, termasuk Indonesia.

Kita akan melihat apa yang bisa kita harapkan dari Federal Reserve, tidak hanya di pertemuan berikutnya, tetapi sepanjang tahun. Tanpa perlu Anda ragukan lagi, ini adalah salah satu topik yang paling menarik bagi investor, karena tidak hanya berdampak langsung pada perkembangan pasar (saham, mata uang, indeks), tetapi juga pada ekonomi itu sendiri.

Pertemuan The Fed: pertemuan FOMC

Ketika kita berbicara tentang Federal Reserve (Fed), untuk memahami semua yang terjadi dalam pertemuannya, kita harus mengenal empat konsep:

  • FOMC: merupakan kepanjangan dari Federal Open Market Committee yaitu Komite Pasar Terbuka Federal dari Federal Reserve. FOMC terdiri dari 12 anggota. Bertanggung jawab atas strategi kebijakan moneter untuk mencapai tujuan. Bertemu 8 kali dalam setahun, sekitar setiap 6 minggu, di Washington. Biasanya, dari 8 kali pertemuan dalam setahun, setengahnya kemudian menawarkan konferensi pers.
  • Notulen The Fed: merangkum secara detail semua topik yang telah FOMC bahas dalam pertemuannya. Notulen dipublikasikan 3 minggu setelah setiap pertemuan FOMC dan menunjukkan pendapat semua anggota yang telah berpartisipasi dalam pertemuan.
  • Beige Book: adalah kumpulan data yang digunakan FOMC dalam pertemuannya untuk mengambil keputusan. Diterbitkan sekitar 2 minggu sebelum pertemuan FOMC.
  • Dot plot: adalah grafik yang menampilkan serangkaian titik. Mereka mempublikasikan secara gratis setelah setiap pertemuan Federal Reserve dan mencerminkan apa yang dipikirkan setiap anggota tentang apakah suku bunga akan naik atau turun dalam sisa bulan tahun ini dan tahun-tahun berikutnya, dan sejauh mana. Berasal pada akhir 2011 dengan Ben Bernanke sebagai presiden Bank.

Selama pertemuan The Fed, anggota FOMC akan memulai rapat dengan membahas kinerja ekonomi nasional dan global. Termasuk melihat kembali indikator-indikator ekonomi seperti tingkat inflasi, tingkat pengangguran dan kondisi PDB untuk mencapai ekonomi yang sehat.

Kemudian, agenda utama pertemuan The Fed adalah mendiskusikan dan menentukan kebijakan moneter hawkish atau dovish. Ini termasuk membahas suku bunga (baik peningkatan, penurunan maupun mempertahankan) berdasarkan prospek perekonomian. Tujuannya adalah mencapai lapangan pekerjaan yang maksimal, kestabilan harga dan tingkat suku bunga jangka panjang yang moderat.

Memahami tindakan ini akan memberikan konteks berharga untuk menafsirkan tindakan The Fed dan dampaknya pada perekonomian serta pasar keuangan.

Jadwal Rapat The Fed 2025

Rapat FOMC The Fed terjadwal bertemu 8 kali dalam setahun dengan jarak sekitar 40 hari antara setiap pertemuan. Sekarang, mari kita lihat jadwal pertemuan The Fed untuk tahun 2025.

  • 28-29 Januari
  • 18-19 Maret
  • 6-7 Mei
  • 17-18 Juni
  • 29-30 Juli
  • 16-17 September
  • 28-29 Oktober
  • 9-10 Desember

Jika Anda tertarik pada kebijakan bank sentral, Anda juga bisa mengunjungi kalender kami untuk mengetahui pertemuan berikutnya dari ECB.

👉🏻 Christine Lagarde, Begini Profil Presiden ECB

Hasil Rapat FOMC Oktober 2025: Suku Bunga The Fed turun 25 bps

Bank sentral AS The Fed kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75-4%. Ini merupakan langkah pelonggaran moneter (quantitative easing) kedua dalam siklus kali ini. 

Tapi berita utamanya bukan mengenai tingkat suku bunga, melainkan pada nada kebijakan yang disampaikan. 

Pemangkasan suku bunga The Fed Oktober 2025 sebesar 25 bps
Pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 bps menjadi sekitar 3,75-4% pada Oktober 2025. Sumber: Trading Economics

Hal yang perlu dicermati adalah pergeseran prioritas The Fed: pernyataan Jerome Powell memperjelas bahwa pasar teJika selama ini inflasi selalu jadi musuh utama kita, sekarang Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan secara tidak langsung:

“Ya inflasi masih ada, tapi lihat, pasar tenaga kerja mulai batuk-batuk. Mungkin kita harus membuatkan dia teh terlebih dahulu.”

Dengan kata lain, risiko terhadap lapangan kerja meningkat dan The Fed berusaha mencegah perlambatan perekonomian secara drastis. Meski tekanan inflasi memang belum hilang, tetapi Powell tampaknya mulai mengakui bahwa sebagian kenaikan harga hanyalah sementara. Bukan kenaikan yang berkelanjutan atau bersifat spiral tanpa akhir. 

“Risiko sekarang muncul dari dua sisi: inflasi dan lapangan kerja. Tidak ada jalan yang bebas risiko. Kami akan bertindak dengan lebih hati-hati dan terus memperhatikan perkembangan data ekonomi.”

👉🏻 Dampak Kebijakan Tarif Trump di Pasar Saham Eropa, AS & Indonesia

Dan sebagai sinyal tambahan bahwa The Fed ingin berjalan tanpa mengguncang perekonomian adalah mereka akn menghentikan pengurangan neracanya mulai 1 Desember 2025. 

Singkatnya setelah 3,5 tahun The Fed terus melangsingkan neracanya, kini mereka mengambil jeda dari diet tersebut. Saat ini, kita tidak ingin ekonomi yang kelelahan atau kekurangan tenaga. 

Ketegangan di internal The Fed

Kali ini The Fed tidak mempublikasikan dot plot baru. Sehingga kita tidak tahu bagaimana para gubernur The Fed memperkirakan kebijakan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan. 

Sebagai gantinya, kita justru mendapatkan sesuai yang lebih menarik: ada perbedaan pandangan yang cukup jelas, baik dalam hasil pemungutan suara maupun pendekatan kebijakan. 

Komite memang memutuskan pemotongan suku bunga The Fed sebesar 25 bps, tetapi tidak semua anggota setuju dengan langkah tersebut.

  • Stephen Miran (orang yang ditunjuk Trump) menginginkan pemangkasan jumbo sebesar 50 bps. Dia mengatakan “Ayo longgarkan sedikit kebijakan moneter. Perekonomian sedang melambat, jangan tunggu lebih lama lagi.”
  • Jefrey Schmid, di sisi lain, tidak setuju dengan pemangkasan suku bunga. “Jangan terlalu buru-buru. Tekanan inflasi masih terasa.”

Dua pendapat tersebut menunjukkan secara jelas komite terbagi menjadi dua. Risiko bergeser ke pasar tenaga kerja, namun inflasi belum sepenuhnya terkendali. Tidak ada satu pun orang yang ingin salah ambil tindakan dan meminta maaf di depan publik.

Sesuai ekspektasi, di balik perbedaan pendapat ini ada hal lain yang mencuat: konteks politik mulai memberatkan keputusan. Pemilu AS semakin dekat dan tekanan dari pemerintah mungkin tidak muncul dalam pernyataan resmi, tetapi ada di sana, diam, konsisten dan sangat nyata. 

Bahaya stagflasi buatan Trump?

Keputusan terbaru Federal Reserve datang pada saat yang kompleks. Ketika ekonomi Amerika ditarik ke arah yang berlawanan oleh dua kekuatan utama, yang kedua-duanya dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan Trump.

Di satu sisi, tarif perdagangan baru yang diperkenalkan mulai terlihat dampaknya pada harga. Tentu saja, dampak langsungnya adalah kenaikan harga barang. The Fed berharap efek ini terbatas pada beberapa sektor saja, tanpa menyebar ke seluruh perekonomian. Hanya guncangan harga, bukan gelombang inflasi baru.

Inflasi tahunan meningkat per September 2025. Sumber: Trading Economics

Di sisi lain, pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Perekrutan mulai melambat, PHK lebih sering terjadi dan perusahaan semakin sulit menemukan tenaga kerja. Ini bukan krisis, tapi juga bukan masa kejayaan ekonomi. 

Di sinilah kebijakan imigrasi berperan: penurunan jumlah tenaga kerja tersedia terjadi tepat pada saat permintaan ekonomi melemah. Lebih sedikit pekerja di pasar berarti penawaran tenaga kerja menjadi terbatas dan fleksibilitas perusahaan berkurang.

Hasilnya? Skenario stagflasi ringan, yaitu kombinasi inflasi moderat dan pasar tenaga kerja yang melemah. Tidak terlalu dramatis untuk saat ini, tetapi cukup untuk menempatkan The Fed pada posisi yang sulit: pelonggaran terlalu banyak dan mendorong harga lebih tinggi, pelonggaran terlalu sedikit dan risiko mengekang pertumbuhan ekonomi.

👉🏻 Berbicara soal Donald Trump, kami akan mnyarankan artikel: Trump Trade: 5 Saham AS yang Menarik Imbas Kemenangan Donald Trump

Faktor politik yang bisa terjadi di 2026

Masa kepemimpinan Jerome Powell akan berakhir di akhir Mei 2026. Jika Trump kembali ke Gedung Putih, maka Powell bisa tidak terpilih lagi. Powell dianggap sebagai penyeimbang, lebih stabil dan berhati-hati. Sayangnya dia bukan figur yang berada di pihak Trump yang selaras dengan kebijakan Trump. Gedung Putih mungkin lebih memprioritaskan kandidat yang agresif menurunkan suku bunga dan lebih toleran terhadap inflasi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek di AS.

Ketua The Fed Jerome Powell
Sumber: Bloomberg

Tapi kepastian masih terus berlanjut. Di 2026, ada tiga hal utama yang perlu menjadi perhatian:

  1. Komposisi pemilih di rapat FOMC berubah seiring rotasi para presiden bank regional. 
  2. Beberapa presiden regional akan mengakhiri masa jabatannya, yang membuka peluang bagi penunjukan baru yang lebih politis. 
  3. The Fed sudah terbagi menjadi dua kubu: satu pihak ingin pelonggaran dengan cepat, sementara pihak lain menyerukan kesabaran dan kehati-hatian.

Powell memainkan peran penting sebagai mediator, tetapi tanpa kepastian masa jabatan baru, wewenangnya akan terkikis. Sementara itu, pasar sangat tidak menyukai ketidakpastian di internal bank sentral paling berpengaruh di dunia. 

Outlook suku bunga The Fed di akhir 2025

Setelah pertemuan FOMC pada Juni 2025, ada perubahan dot plot jangka panjang. Namun dalam jangka pendek, tidak ada perubahan, seperti yang telah diungkaplan pada pertemuan Maret 2025.

Pertemuan The Fed terakhir di 2025, bagaimana arah suku bunga The Fed?

Setelah Jerome Powell melakukan konferensi pers, pesan utamanya: tidak ada yang bisa menjamin pemotongan suku bunga di Desember 2025. Sementara itu,  benar bahwa pemotongan suku bunga saat ini terjadi karena penurunan pasar tenaga kerja. Namun, langkah berikutnya akan sangat bergantung pada data ekonomi yang dirilis dalam beberapa minggu mendatang. 

Hal ini menandai pergeseran penting dari asumsi banyak investor sebelumnya: tidak ada lagi rencana pasti untuk dua pemotongan suku bunga The Fed berturut-turut. 

Pasar futures AS pun mencerminkan sikap hati-hati ini. 

Berdasarkan CME FedWatch yang memperkirakan probabilitas kebijakan moneter AS, rapat The Fed 10 Desember 2025:

  • 70% memperkirakan suku bunga akan tetap seperti saat ini. 
  • 30% memperkirakan suku bunga akan dipangkas  25 bps lagi. 

Dengan kata lain: pemotongan suku bunga The Fed pada Desember 2025 bisa saja terjadi, namun belum pasti. 

Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed di 2025. Sumber: CME Group

Apa yang dinantikan pasar mengenai kebijakan suku bunga The Fed 2025?

The Fed tercatat melakukan 11 kenaikan suku bunga yang diterapkan oleh sejak November 2021 untuk menahan inflasi. Suku bunga ini tetap tinggi sejak Juli 2023, dalam kisaran antara 5,25% dan 5,5%. Kemudian pada September 2024 bank sentral AS memutuskan untuk memulai proses penurunan suku bunga, didorong oleh penurunan inflasi yang stabil dalam beberapa bulan terakhir.

Namun, Jerome Powell memperingatkan pada rapat terakhir bahwa The Fed akan lebih berhati-hati dalam mengevaluasi pemotongan suku bunga The Fed lebih lanjut.

Dengan tindakan hari ini, kami telah menurunkan suku bunga acuan dan kebijakan moneter kami kini secara signifikan lebih longgar. Oleh karena itu, kami dapat mengambil pendekatan yang lebih hati-hati dalam mempertimbangkan penyesuaian selanjutnya," ungkap Jerome Powell

Meski The Fed tetap independen dari pengaruh politik, Powell sebelumnya menekankan bahwa transisi dari Joe Biden ke Donald Trump akan berdampak signifikan pada pasar keuangan. Namun hal ini tidak akan langsung memengaruhi keputusan bank sentral.

Apa dampak pertemuan The Fed terhadap pasar?

The Fed lembaga yang sangat penting untuk kesehatan ekonomi Amerika Serikat dan memiliki dampak signifikan pada pasar keuangan global. Pertemuan FOMC adalah saat The Fed menentukan kebijakan moneter, terutama sehubungan dengan suku bunga, dapat memiliki dampak yang relevan pada pasar keuangan.

Apa yang terjadi ketika ada kenaikan suku bunga?

Ketika The Fed memilih untuk meningkatkan suku bunga, atau kebijakan lain yang tujuannya untuk mengurangi likuiditas dalam sistem, dalam konteks menahan tingkat harga, ini mengakibatkan perlambatan ekonomi.

Kenaikan suku bunga, sebenarnya, menghambat pinjaman, membuatnya lebih "mahal". Pada gilirannya, memiliki efek negatif pada permintaan agregat dan tingkat konsumsi.

Hubungan antara suku bunga The Fed dan SP500

Penurunan likuiditas juga mempengaruhi pasar saham. Likuiditas yang ketat menunjukkan sumber daya yang lebih sedikit untuk investasi. Oleh karena itu, pada umumnya, peningkatan suku bunga terkait dengan penurunan nilai saham.

Namun, dalam beberapa kasus, pasar mungkin sudah "memperhitungkan" efek kenaikan tersebut ketika The Fed telah mengumumkan niat kebijakan moneternya sebelum keputusan resmi. Dalam kasus ini, efeknya di pasar mungkin lebih moderat.

Di masa ketidakpastian, seperti yang terjadi setelah kenaikan suku bunga, berinvestasi dalam saham defensif bisa menjadi strategi yang sangat baik. Juga aset safe haven, yang menunjukkan korelasi rendah dengan siklus ekonomi, seperti berinvestasi dalam emas, bisa menjadi strategi investasi yang baik.

Apa yang terjadi ketika ada penurunan suku bunga?

Konsekuensi utama dari penurunan suku bunga meliputi:

  • Stimulasi Ekonomi: Penurunan suku bunga membuat pinjaman menjadi lebih murah. Ini dapat mendorong baik perusahaan maupun konsumen untuk mengambil lebih banyak pinjaman untuk investasi atau konsumsi, masing-masing.
  • Peningkatan Konsumsi: Dengan lebih murahnya berhutang, konsumen mungkin merasa lebih cenderung untuk melakukan pembelian besar, seperti rumah atau mobil, yang pada gilirannya dapat mendorong permintaan agregat dalam ekonomi.
  • Dampak pada Pasar Saham: Penurunan suku bunga dapat memiliki efek positif pada pasar saham. Dengan menurunkan biaya pembiayaan dan meningkatkan konsumsi dan investasi, perusahaan dapat melihat peningkatan dalam harapan keuntungan mereka, yang biasanya tercermin dalam peningkatan harga saham.
  • Depresiasi Mata Uang: Dalam beberapa kasus, penurunan suku bunga dapat menyebabkan depresiasi mata uang nasional terhadap mata uang lain, karena investor akan mencari pengembalian yang lebih tinggi di pasar lain, menjual mata uang lokal dalam prosesnya.
  • Risiko Inflasi: Meskipun penurunan suku bunga bertujuan untuk merangsang ekonomi, efek samping yang mungkin adalah peningkatan inflasi. Ketika konsumsi dan investasi meningkat, harga dapat mulai naik, terutama jika penawaran tidak dapat memenuhi peningkatan permintaan.

Intinya, ini adalah kalender pertemuan FED berikutnya, agar Anda tidak melewatkan satupun dari mereka, dan dengan cara ini Anda dapat bereaksi di pasar, sesuai dengan petunjuk dari Federal Reserve, apakah ekspansif atau kontraktif.

Bagaimana dampak kebijakan suku bunga AS pada perekonomian Indonesia?

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang atau juga alias emerging market yang juga akan merasakan dampak dari setiap keputusan Bank Sentral AS. Tujuan BI memperhatikan kebijakan The Fed adalah untuk menahan lajur arus modal asing keluar dan berupaya menarik arus modal asing masuk.

Sebab perkembangan ekonomi global ini mendorong berlanjutnya penguatan dolar AS secara global, lebih terbatasnya aliran masuk modal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market. Kondisi tersebut memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia.

Pertanyaan yang sering diajukan tentang FOMC

Iklan
Artikel terkait