Pajak Penghasilan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu jenis perpajakan yang perlu Anda tahu jika akan terjun ke dunia investasi. Sebab beberapa instrumen investasi juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Lalu apa itu PPN? Yuk cari tahu pengertiannya, objek pajak apa saja yang dikenakan, tarif, aturan hingga rumus menghitung tarif PPN!
Pajak Pertambahan Nilai atau disingkat PPN adalah pajak yang dipungut atas konsumsi barang dan jasa. PPN ini dibebankan kepada konsumen akhir atau pembeli, yang pungutannya dilakukan oleh pengusaha kena pajak (PKP).
PPN adalah jenis pajak yang kerap kita temui dalam transaksi harian. Misalnya, Anda pergi belanja ke sebuah toko besar seperti Starbucks maka Anda akan melihat di struk belanja bahwa ada pungutan PPN. Nantinya Starbucks sebagai PKP akan melaporkan pemungutan ini ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Lalu apa saja barang yang menjadi objek PPN? Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4 yang diperbaharui melalui UU No 7 Tahun 2021 yang merupakan UU Harmonisasi Perpajakan (HPP), Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
Nah barang kena pajak adalah barang diluar makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Makanan dan minuman ini meliputi yang dikonsumsi di tempat ataupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Juga diluar uang dan emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat berharga.
Sedangkan jasa kena pajak adalah jasa di luar pelayanan:
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahannya diatur dengan peraturan pemerintah. Nah per April 2022 tarif PPN ditetapkan sebesar 11% dan direncanakan bakal ada kenaikan tarif PPN pada 1 Januari 2025.
Lebih lanjut tarif PPN 0% berlaku atas ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud dan ekspor jasa kena pajak. Adapun barang kena pajak yang berwujud adalah benda yang bisa kita lihat keberadaannya secara fisik seperti motor, mobil, tanah dan bangunan. Barang kena pajak tidak berwujud adalah benda yang tidak bisa kita lihat secara fisik seperti hak cipta dan merek dagang.
Pajak Pertambahan Nilai adalah jenis pajak yang bersifat negative list. Artinya seluruh barang dikenakan pajak ini kecuali yang dianggap bukan barang kena pajak dalam UU PPN. Nah aturan yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah:
Kedunya merupakan aturan dasar bagi aturan pelaksana yang biasanya diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atau Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ketentuan teknis ini yang nantinya akan memberikan aturan lebih detil jenis barang dan tarifnya.
Melansir CNBC Indonesia, per 1 April 2022 Indonesia menggunakan tarif PPN sebesar 11%. Namun aturan tersebut mengalami perubahan pada tahun 2025 nanti. Dalam beleid UU HPP dijelaskan bahwa mulai 1 Januari 2025 tarif PPN yang berlaku sebesar 12%.
Kenaikan tarif PPN 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025 tentu akan membuat barang dan jasa yang kita konsumsi mengalami kenaikan harga. Hal ini juga akan dirasakan bagi Anda trader atau investor yang perlu membayar PPN atas jasa broker atau pialang dan sekuritas untuk bertransaksi di pasar saham.
Masih berlandasakan UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 dijelaskan PPN 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa kecuali kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jasa lainnya.
Lebih lanjut, setelah tarif PPN 12% berlaku nanti di Januari 2025 ada kemungkinan tarif PPN akan naik lagi di tahun berikutnya. Kenaikan ini sudah diatur dalam UU HPP yang menjelaskan tarif PPN dapat diubah paling rendah 5% dan paling tingg 15%.
Setelah mengetahui pengertian, jenis, objek pajak dan tarifnya lalu bagaimana cara menghitung PPN? Untuk menghitung pajak ini maka rumus yang digunakan adalah:
Nah dasar pengenaan pajak ini beragam. Berikut contohnya!
Apabila harga jual motor sebesar Rp 25.000.000 maka PPN terutangnya adalah:
Dengan PPN terutang Rp 2.750.000, maka saat akan membayar, konsumen harus membayar sebesar Rp 27.750.000 kepada perusahaan kena pajak dalam hal ini perusahaan yang melakukan jual-beli motor.
PKP memberikan jasa dengan memperoleh penggantian sebesar Rp 20.000.000. Maka PPN terutangnya:
Maka PKP akan membebankan biaya penggantian jasa sebesar Rp 22.200.000.
Dasar pengenaan pajak menggunakan komisi biasanya dilakukan saat transaksi jual beli saham. Biasanya komisi untuk pialang atau sekuritas ini sebesar 0,15% hingga 0,35%. Setelah mengetahui besaran komisi Anda baru bisa menghitung PPN atas transaksi tersebut.
Sehingga saat melakukan penjualan saham senilai Rp 10 juta, pialang sebagai PKP mengenakan komisi sebesar Rp 15.000. Kemudian dikenakan juga PPN sebesar 11% dari komisi atau setara Rp 1.650. Sehingga biaya yang dibebankan dari penjualan saham sebesar Rp 10.016.650.
>>> Ini saham terbaik di Indonesia 2024
>>> Simak daftar saham dengan dividen tertinggi yang layak dibeli
PKP A melakukan impor dengan nilai Rp 100.000.000. Maka PPN terutangnya adalah:
PKP A memiliki omset usaha sebesar Rp 300.000.000. Kemudian perusahaan tersebut melakukan penyerahan barang kena pajak senilai Rp 10.000.000 dan penyerahan jasa kena pajak sebesar Rp 5.000.000. Adapun PKP membeli barang kena pajak (BKP) dengan harga Rp 6.000.000 dan Jasa Kena Pajak (JKP) sebesar Rp 3.000.000.
PKP menjual motornya dengan harga Rp 18.000.000. Adapun perusahaan ini membeli motor dengan harga Rp 16.000.000.