DCA vs Lump Sum, Mana yang Cocok untuk Investor?

DCA vs Lump Sum, keduanya merupakan strategi investasi paling populer untuk investor gunakan dalam berinvestasi. Bahkan, banyak dari mereka masih memperdebatkan mana yang paling baik di antara kedua strategi tersebut. Tentu saja, untuk mengoptimalkan keuntungan, investor harus memilih instrumen investasi yang tepat seusai dengan kedua strategi tersebut.

Perbandingan strategi DCA vs Lump Sum dalam Investasi

Ini karena setiap jenis instrumen investasi memiliki karakteristik yang berbeda dan belum tentu cocok jika menggunakan salah satu dari kedua strategi ini. Bagi yang masih bingung untuk menentukan strategi investasi yang paling tepat ketika akan menginvestasikan uang Anda, pada artikel ini kami akan memberikan penjelasan strategi Dollar Cost Averaging dan Lump Sum. Kemudian, kami juga akan memberikan contoh instrumen investasi yang cocok beserta kelebihan dan kekurangan dari DCA vs Lump Sum.

Mari kita mulai pembahasannya!

Pengertian Strategi Investasi DCA vs Lump Sum

Pada bagian ini, kita akan melihat pengertian dari strategi DCA dan Lump Sum. Selain itu, kami juga akan membahas prinsip-prinsip utama dan cara kerja dari masing-masing strategi tersebut. Berikut penjelasannya:

Apa itu Dollar Cost Averaging (DCA)?

Dollar Cost Averaging adalah
(Sumber: Fidelity Investments)

Dollar Cost Averaging (DCA) adalah strategi investasi dengan cara membeli suatu aset secara rutin dengan nominal yang sama pada suatu periode tertentu. Umumnya, investor menggunakan strategi ini untuk mendapatkan keuntungan dari bunga majemuk dengan jangka waktu investasi yang panjang.

Selain itu, investor menggunakan strategi DCA adalah untuk menurunkan harga rata-rata pembelian jika harganya masih terlalu tinggi. Misalnya ketika berinvestasi saham, ETF, dan reksa dana tertentu. Hal tersebut mereka lakukan dengan cara mencicil dan membeli lebih banyak instrumen investasi.

Dengan begitu, investor lama-kelamaan akan memiliki instrumen investasi dalam jumlah yang lebih banyak. Sehingga, potensi keuntungan yang investor dapatkan menjadi lebih besar.

Menerapkan strategi DCA dalam berinvestasi lebih menguntungkan ketimbang hanya menabung rutin di bank dengan nominal yang sama. Ini karena kita mengenal “keajaiban” dari bunga majemuk atau compounding interest yang membuat uang investor tumbuh lebih cepat dalam jangka panjang.

👉Cari tahu penjelasan saham yang menarik: Cara Investasi Saham Palantir Technologies untuk Pemula

Prinsi Berinvestasi dengan Strategi DCA

Ada beberapa prinsip yang harus Anda perhatikan dalam menggunakan strategi Dollar Cost Averaging (DCA). Berikut daftar beserta penjelasannya:

Prinsip Strategi DCAPenjelasan
Melakukan pembelian instrumen investasi secara bertahap.Investor tidak menginvestasikan semua uangnya secara langsung. Namun, mereka menginvestasikan uangnya secara bertahap dengan nominal yang sama. Prinsip ini mirip seperti mencicil.
Membeli instrumen investasi secara rutin.Investor berinvestasi dengan nominal yang sudah mereka tentukan secara berkala sesuai dengan interval tertentu (mingguan atau bulanan).
Melakukan investasi tanpa memedulikan timing pasar.Investasi rutin yang investor lakukan tidak memedulikan faktor murah atau mahalnya harga instrumen investasi ketika melakukan pembelian.
Jangka waktu investasi memainkan peran yang penting.Dalam investasi dengan DCA, semakin panjang jangka waktu investasi yang Anda lakukan, semakin optimal melalui compounding interest yang Anda peroleh.
Membutuhkan disiplin dan konsistensi.Perlu komitmen untuk disiplin dan konsisten menyisihkan sejumlah uang setiap bulan untuk berinvestasi sesuai dengan interval yang telah Anda tentukan.

Cara Kerja Dollar Cost Averaging (DCA)

Untuk membuat uang Anda semakin bertumbuh dengan cepat, strategi Dollar Cost Averaging memiliki cara kerjanya tersendiri. Berikut 3 hal penting terkait dengan cara kerja DCA:

  1. Investasi rutin: Investor menyisihkan dana dengan nominal tetap secara berkala tanpa memedulikan naik turunnya harga.
  2. Bunga majemuk: Menginvestasikan kembali keuntungan dari dividen atau imbal hasil sehingga nilai pokok terus bertumbuh:
  3. Jangka waktu investasi: Semakin panjang periode investasi, semakin optimal bunga majemuk dan rata-rata harga beli yang rendah.

Dengan kombinasi ketiga hal tersebut melalui strategi DCA, uang Anda akan lebih cepat bertumbuh. Ini karena nilai pokok investasi Anda terus bertambah dan imbal hasil dari dividen maupun bunga majemuk.

Apa itu Lump Sum dalam Berinvestasi?

lump sum adalah
(Sumber: ET Money)

Strategi investasi Lump Sum juga kita kenal dengan istilah investasi sekaligus atau all in. Lump Sum adalah strategi investasi yang menerapkan cara pembelian instrumen investasi secara sekaligus.

Sehingga, investor akan menginvestasikan seluruh uangnya dalam instrumen investasi secara sekaligus. Misalnya, Anda memiliki uang sebesar Rp 10 juta dan lebih memilih membeli suatu saham di harga tertentu secara all in daripada membeli saham tersebut secara rutin dengan nominal Rp 1 juta per bulan selama 10 bulan ke depan.

Strategi investasi Lump Sum adalah cocok bagi investor dengan modal besar. Selain itu, strategi ini cocok untuk investasi reksa dana pasar uang dan reksa dana pendapatan tetap tertentu dengan grafik harga yang selai naik setiap harinya.

Prinsip Berinvestasi dengan Strategi Lump Sum

Dalam menjalan strategi investasi Lump Sum, ada beberapa prinsip yang harus Anda pahami terlebih dahulu. Berikut daftar beserta penjelasannya:

Prinsip Strategi Lump SumPenjelasan
Menginvestasikan seluruh uang di awal.Pembelian instrumen investasi hanya terjadi satu kali, yaitu dalam jumlah yang besar di depan.
Mengumpulkan uang dalam jumlah banyak terlebih dahulu, baru menginvestasikannya. Sebelum melakukan investasi dengan strategi Lump Sum, Anda terlebih dahulu mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar dengan menabung rutin. Kemudian, Anda baru bisa menginvestasikan uang dalam jumlah besar tersebut secara sekaligus.
Interval investasi bisanya satu kali dalam satu tahun.Oleh karena investasi dalam jumlah besar, investor biasanya memilih untuk menginvestasikan uangnya satu tahun sekali.
Memiliki potensi return yang lebih maksimal.Berinvestasi dengan strategi Lump Sum adalah memberikan investor peluang keuntungan yang lebih besar daripada strategi DCA. Namun, hal tersebut baru dapat terjadi ketika investor membeli saham di harga yang rendah.

Cara Kerja Lump Sum

Ada beberapa hal yang perlu Anda persiapkan sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal. Berikut beberapa hal yang harus Anda persiapkan saat hendak berinvestasi dengan strategi Lump Sum:

  1. Kesiapan finansial: Investor harus memiliki modal besar yang siap mereka gunakan sekaligus tanpa mengganggu kebutuhan utama.
  2. Waktu dan harga yang tepat: Keuntungan maksimal dapat tercapai jika investor melakukan pembelian saat harga instrumen investasi sedang turun.
  3. Kesiapan risiko: Investor harus siap menanggung fluktuasi pasar karena modal besar yang mereka tempatkan secara sekaligus.
  4. Bunga majemuk: Investasi secara all in akan semakin optimal jika terus menginvestasikan kembali keuntungannya.
  5. Jangka waktu investasi: Semakin panjang periode investasi, semakin besar peluang pertumbuhan modal dari kenaikan harga dan bunga majemuk.

Investor yang menggunakan strategi beli sekaligus memiliki potensi keuntungan yang lebih besar jika membeli di harga yang murah dan tinggal menunggu kenaikan harga sambil terus menginvestasikan uang dalam jumlah besar setiap tahunnya. Ingat, semakin panjang jangka waktu investasi dengan menggunakan strategi Lump Sum, semakin cepat uang Anda akan bertumbuh.

DCA vs Lump Sum: Mana Instrumen Investasi yang Sesuai?

Seperti yang sudah kami katakan di awal, tidak semua instrumen investasi cocok dengan strategi DCA atau Lump Sum. Oleh karena itu, investor perlu menyesuaikan pilihan instrumen dengan strategi investasi yang ingin mereka gunakan. Sehingga keuntungannya semakin optimal.

Mari kita bahas instrumen apa saja yang sesuai pada masing-masing strategi tersebut!

Instrumen Investasi yang Cocok dengan Strategi DCA

Strategi DCA cocok bagi investor yang memiliki profil investasi dengan beberapa pertimbangan berikut:

  • Daripada hanya menabung di rekening atau deposito dengan bunga yang kecil, lebih baik berinvestasi pada instrumen yang menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi.
  • Tidak mengharapkan keuntungan yang terlalu tinggi.
  • Cocok untuk instrumen investasi yang fluktuatif.

Berikut daftar instrumen investasi yang cocok dengan stategi Dollar Cost Averaging beserta penjelasannya:

Reksa Dana

Meskipun menawarkan tingkat risiko yang lebih rendah daripada saham, investasi reksa dana dengan strategi DCA dapat Anda lalukan melalui produk reksa dana yang memiliki fluktuasi harga setiap harinya. Misalnya reksa dana saham, reksa dana campuran, reksa dana indeks, dan reksa dana pendapatan tetap tertentu.

Salah satu produk yang dapat Anda pertimbangkan yaitu reksa dana saham Sucorinvest Maxi Fund dengan imbal hasil 53,37% dalam 5 tahun.

Investasi Reksa dana dengan strategi DCA
Grafik Kinerja Sucorinvest Maxi Fund (Per 3 September 2025) | Sumber: Makmur

Dari gambar di atas kita bisa melihat bahwa pergerakan harga terjadi setiap hari. Sehingga, instrumen ini cocok dengan strategi Dollar Cost Averaging.

Saham

Selain reksa dana tertentu dengan grafik harga yang tidak tentu setiap harinya, ada instrumen lain yang memiliki kecenderungan yang sama, yaitu saham. Bahkan, pergerakan harga saham memiliki volatilitas yang lebih tinggi daripada reksa dana. Sehingga, investor dengan modal terbatas dapat menggunakan metode DCA saat hendak masuk ke pasar saham.

Mari kita lihat contoh pergerakan harga saham dari Bank Rakyat Indonesia (BBRI) di bawah ini:

apa perbedaan DCA dan Lump Sum
Grafik Kinerja Harga Saham BBRI (Per 3 September 2025) | Sumber: Google Finance

Strategi ini bertujuan mengurangi rasa khawatir berlebihan akibat pergerakan harga saham yang “liar” setiap harinya. Hal terpenting adalah komitmen untuk disiplin dan konsisten dalam membeli saham tersebut secara bertahap sambil menurunkan harga beli rata-rata.

👉🏻 Rekomendasi Saham Barang Branded Luxury: Saham Ferrari hingga Gucci!

Cryptocurrency

Dalam dunia investasi, cryptocurrency seringkali menjadi alternatif ketika pasar saham sedang tidak baik-baik saja. Anda juga dapat melakukan DCA crypto layaknya melakukan DCA saham maupun reksa dana. Kami menyarankan Anda untuk menggunakan metode ini pada aset kripto utama, misalnya melakukan DCA Bitcoin.

Namun, investor perlu tahu bahwa risiko investasi cryptocurrency itu lebih tinggi daripada berinvestasi saham. Ini karena cryptocurrency tidak bisa dianalisa secara fundamental dan memiliki pergerakan harga yang lebih volatile daripada saham.

contoh DCA
Pergerakan Harga BTC dalam Satu Tahun | Sumber: Google Finance

Melalui investasi dengan strategi DCA crypto, investor dapat mengurangi risiko pembelian aset di harga atas dan bisa melindungi Anda dari penurunan harga kripto secara mendadak.

👉Baca juga: Ini Rekomendasi Koin Kripto Terbaik untuk Berinvestasi

Strategi Investasi Lum Sump Cocok untuk Instrumen Investasi Ini!

Lump sum atau one time investasi merupakan strategi yang cocok untuk kita terapkan pada instrumen dengan pergerakan harga yang konsisten naik. Berikut beberapa contoh instrumen investasi yang cocok dengan metode Lump Sum beserta penjelasannya:

Reksa Dana Pasar Uang

Keuntungan investasi reksa dana pasar uang adalah potensi keuntungan yang lebih tinggi dari deposito dan merupakan investasi rendah risiko. Bagaimana tidak? Coba Anda perhatikan grafik reksa dana pasar uang di bawah ini.

Contoh lump sum
Pergerakan Harga Reksa Dana Pasar Uang Insight Retail Cash Fund | Sumber: Makmur

Dalam 5 tahun terakhir, grafik reksa dana tersebut selalu konsisten naik sehingga strategi lump sum dalam jumlah besar sangatlah menguntungkan investor. Oleh karena itu, keuntungannya berbeda ketika menggunakan metode DCA. Ini karena imbal hasl yang kita peroleh tergantung pada harga rata-rata beli dan banyaknya jumlah pembelian dari investor.

Reksa Dana Pendapatan Tetap

Tidak semua reksa dana pendapatan tetap memiliki grafik harga yang selalu naik. Namun, ada beberapa produk reksa dana pendapatan tetap yang memiliki pergerakan harga konsisten naik. Misalnya, reksa dana pendapatan tetap di bawah ini:

Strategi lump sum cocok untuk instrumen yang konsisten
Pergerakan Harga RDPT I-Hajj Syariah Fund | Sumber: Makmur

Jika Anda menemukan RDPT dengan harga yang konsisten naik, Anda bisa menggunakan strategi lump sum untuk memaksimalkan keuntungan daripada menggunakan DCA. Ini karena imbal hasil tersebut dipengaruhi oleh harga rata-rata pembelian reksa dana Anda.

👉Untuk pilihan investasi reksa dana pendapatan tetap terbaik yang bisa dipilih investor, Anda bisa baca selengkapnya di artikel berikut: Reksa Dana Pendapatan Tetap Terbaik 2025, Ini Kinerjanya!

Simulasi Perbandingan Return DCA Vs Lump Sum dalam Saham

Untuk bisa membandingkan mana strategi investasi yang lebih efektif antara DCA vs Lump Sum, Anda dapat melihat simulasi perbandingan return dari kedua strategi tersebut. Kami akan menggunakan contoh investasi dalam saham.

Berikut penjelasannya:

Contoh Simulasi DCA Saham

Misalnya, Anda memiliki modal sebesar Rp 5 juta dan rencananya akan melakukan pembelian DCA saham secara rutin dalam 5 bulan ke depan. Sehingga, simulasinya seperti berikut:

WaktuInvestasiHarga per sahamSaham yang dibeli (lembar)
Bulan 11 juta1.0001.000
Bulan 21 juta1.0001.000
Bulan 31 juta5002.000
Bulan 41 juta8001.250
Bulan 51 juta1.0001.000
Total PortofolioRp 5 juta8606.250

Berdasarkan tabel di atas, investor yang menerapkan DCA saham secara rutin dalam investasinya memiliki harga rata-rata pembelian saham senilai Rp 860 per lembar saham dan total lembar saham sebanyak 6.250 lembar.

Berapa return saham yang diperoleh investor?

Untuk menghitung return DCA saham dari simulasi di atas, Anda bisa menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

Rumus menghitung return DCA

Sehingga, keuntungan yang Anda peroleh adalah sebagai berikut:

return lump sum vs dca

Dengan begitu, keuntungan yang Anda peroleh dalam 5 bulan dengan berinvestasi Rp 5 juta sebesar Rp 375 ribu.

Contoh Simulasi Lump Sum Saham

Tentu, return investasi saham Anda bisa saja lebih tinggi atau lebih rendah jika menggunakan strategi lump sum, tergantung harga beli saham. Jika Anda membeli saham di harga Rp1.000 per lembar dengan total uang investasi yang sama sebesar Rp5 juta, investasi Anda sama sekali belum menghasilkan keuntungan.

Namun, ini berbeda kasus jika Anda membeli saham secara lump sum di harga Rp 500 per lembar dan menjualnya ketika harga saham naik menjadi Rp 1.000 per lembar. Berikut ringkasan portofolio Anda:

  • Jumlah saham yang dimiliki: 10.000 lembar
  • Harga Beli: Rp 500
  • Jumlah uang yang diinvestasikan: Rp 5.000.000

Untuk menghitung berapa keuntungannya, Anda dapat menggunakan rumus berikut:

Maka, keuntungan yang Anda peroleh adalah sebagai berikut:

return dca vs lump sum

Dengan begitu, imbal hasil investasi Anda sebesar Rp 5 juta. Sehingga, keuntungannya lebih besar dari menggunakan strategi DCA.

Namun, hal tersebut dengan catatan Anda membeli di harga yang sangat murah. Jika Anda masuk di harga yang tinggi, maka risiko kerugiannya akan lebih besar daripada menggunakan strategi DCA.

Kelebihan dan Kekurangan Strategi DCA vs Lump Sum

Agar Anda lebih mudah dalam membandingkan kedua strategi investasi tersebut, mari kita melihat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing strategi.

Berikut kelebihan dan kekurangan strategi DCA:

✅ KelebihanKekurangan
Membantu menurunkan harga rata-rata beli karena investasi Anda lakukan secara bertahap.Potensi keuntungan lebih kecil daripada lump sum jika pasar terus naik.
Tidak perlu repot-repot memprediksi timing pasar.Membutuhkan disiplin dan konsistensi jangka panjang.
Cocok untuk investor pemula dengan modal terbatas.Biaya transaksi bisa lebih besar karena frekuensi pembelian yang rutin.
Mengurangi risiko volatilitas karena Anda melakukan pembelian di berbagai harga. Hasil investasi bisa terasa lambat di awal karena nominal investasi kecil.
Memanfaatkan bunga manjemuk (compounding) dalam jangka waktu yang panjang. Kurang efektif jika Anda menggunakan strategi ini pada instrumen dengan grafik harga yang konsisten naik.

Selanjutnya, mari kita melihat kelebihan dan kekurangan strategi Lump Sum pada tabel berikut:

✅ Kelebihan❌ Kekurangan
Potensi return lebih tinggi jika investasi Anda lakukan di harga murah. Risiko kerugian lebih besar jika masuk di harga yang salah.
Cocok untuk investor dengan modal besar di awal. Membutuhkan timing pasar yang tepat agar hasilnya lebih optimal.
Dapat secara langsung memanfaatkan efek bunga majemuk di awal. Tidak cocok untuk investor pemula dengan modal terbatas.
Lebih sederhana karena hanya melakukan pembelian satu kali. Sulit secara psikologis karena fluktuasi pasar langsung terasa terhadap modal yang besar.
Cocok untuk instrumen dengan grafik harga stabil naik (misalnya RDPU). Jika pasar turun setelah melakukan pembelian, potensi penyesuaian harga rata-rata tidak ada seperti dalam strategi DCA.

Strategi DCA Vs Lump Sum, Mana yang Cocok untuk Investor? – Pendapat Kami

Berdasarkan tabel kelebihan dan kekurangan DCA vs Lump Sum, kedua strategi investasi ini sama baiknya.

Jika Anda ingin berinvestasi aman dan nyaman tanpa khawatir risiko volatilitas pasar serta tidak memiliki modal besar, strategi DCA bisa menjadi pertimbangan.

Ini karena metode tersebut memungkinkan Anda untuk membeli instrumen investasi secara bertahap dan konsisten pada interval waktu tertentu dengan nominal yang sama. Tujuannya, untuk mendapatkan harga rata-rata pembelian terendah dan memperoleh hasil investasi yang optimal dalam jangka panjang. Dalam berinvestasi dengan metode DCA, Anda perlu memperhatikan beberapa hal penting seperti jangka waktu investasi, bunga per tahun, dan uang yang akan Anda investasikan secara berkala.

👉Baca juga: Investasi Jangka Panjang, Ini Produk yang Aman dan Menguntungkan

Jika memiliki kemampuan analisis yang baik, Lump Sum dapat menjadi strategi investasi yang menguntungkan. Ini terutama ketika Anda bisa masuk di harga beli yang tepat.

Namun, ketika masuk dengan harga beli yang tergolong tinggi, Anda bisa mengombinasikan Lump Sum dan DCA sehingga secara perlahan dapat menurunkan harga rata-rata beli. Hal tersebut tentunya harus disertai dengan manajemen risiko yang baik dan kemauan menunggu untuk melakukan pembelian lagi ketika harga saham turun 10-20%.

👉Untuk menerapkan strategi manajemen risiko dengan baik di pasar saham, investor bisa mengetahui panduannya melalui artikel berikut: 4 Strategi Manajemen Risiko di Pasar Saham

Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ)

Mana yang lebih baik, strategi DCA atau Lump Sum?

Keduanya memiliki kelebihan masing-masing. DCA cocok untuk investor pemula yang ingin berinvestasi disiplin dengan modal terbatas. Ini karena DCA mampu meratakan harga beli dan mengurangi risiko volatilitas. Di sisi lain, Lump Sum lebih menguntungkan jika pasar dalam tren naik dan pembelian dilakukan di harga murah. Ini karena modal langsung bekerja secara penuh. Pilhan terbaik bergantung pada profil risiko, modal, serta kondisi pasar saat melakukan investasi.

Apakah strategi DCA bisa menghasilkan return lebih tinggi daripada Lum Sum?

DCA biasanya menghasilkan return yang lebih stabil, tapi cenderung lebih rendah daripada Lump Sum dalam pasar bullish. Namun, saat pasar sedang sideways atau bearish, DCA lebih aman karena investor membeli di berbagai level harga sehingga menurunkan risiko kerugian besar. Dengan kata lain, DCA tidak selalu memberikan imbal hasil tinggi, tetapi strategi ini membantu menjaga psikologis investor agar tetap konsisten berinvestasi jangka panjang.

Apa investor dapat menggabungkan strategi DCA dan Lump Sum?

Ya, strategi hybrid atau kombinasi sangat mungkin untuk dilakukan. Investor dapat mengalokasikan sebagian modal dengan lump sum ketika harga instrumen sedang turun signifikan, kemudian menggunakan sisanya dengan DCA secara rutin. Cara ini mengoptimalkan potensi keuntungan sekaligus mengurangi risiko volatilitas. Kombinasi strategi ini juga membuat investor lebih fleksibel dalam mengelola modal besar dan tetap disiplin dalam berinvestasi, terutama pada instrumen berfluktuasi seperti saham atau matau uang kripto.

Artikel Terkait