Pengaruh Kebijakan Moneter pada Pasar Keuangan

Bagaimana pengaruh kebijakan moneter bank sentral secara umum terhadap pasar keuangan: nilai tukar, harga saham dan obligasi? Dalam upaya menjaga kondisi ekonomi yang stabil, suatu negara memiliki tiga alat utama yaitu kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil. Mari kita ulas bagaimana kebijakan moneter yang menjadi tugas dan tanggungjawab bank sentral untuk mengkaji dan menerapkannya berpengaruh di pasar keuangan.

Salah satu alat yang digunakan bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia dalam kebijakan moneter adalah suku bunga acuan. Tak hanya Indonesia, banyak negara yang menggunakan suku bunga sebagai alat utama dalam menjalankan kebijakan moneter. Kenaikan atau penurunan suku bunga acuan pada akhirnya bisa mempengaruhi nilai tukar, harga saham dan harga obligasi.
Sebagai contoh, saat kondisi global tak menentu, orang akan melihat investasi di negara berkembang lebih berisiko. Sehingga banyak investor akan menarik dananya dan menempatkannya di negara maju yang lebih sedikit berisiko.
Dalam kondisi ini Bank Indonesia perlu membuat pasar keuangan dalam negeri menarik. Salah satu caranya meningkatkan suku bunga acuan. Ini akan membuat investor tertarik menempatkan dananya di instrumen pendapatan tetap Rupiah karena imbal hasil yang meningkat. Pada akhirnya, nilai Rupiah bisa menguat karena banyak permintaan Rupiah dan harga obligasi jadi lebih menarik. Di sisi lain, dalam kondisi ini saham akan mengalami penurunan karena besarnya beban pembiayaan sehingga investor lebih tertarik meletakkan dana di obligasi atau deposito.
Apa itu Kebijakan Moneter?
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang menjadi tugas dan tanggung jawab bank sentral setiap negara. Di Indonesia, tugas dan tanggung jawab ini berada di Bank Indonesia yang saat ini dipimpin oleh Perry Warjiyo (2018-2022 dan 2023-2028).
Melansir situs resmi BI, kebijakan moneter adalah kebijakan yang dibuat oleh otoritas moneter dalam hal ini bank sentral, untuk atau dalam bentuk pengendalian moneter dan suku bunga untuk mencapai kestabilan ekonomi secara makro. Pengendalian moneter dapat berbentuk uang beredar, uang primer atau kredit perbankan. Dimensi dari kestabilan ekonomi makro yang ingin dicapai adalah inflasi rendah (kestabilan harga terjaga), angka pengangguran rendah dan pertumbuhan ekonomi yang terus tumbuh.
Selain kebijakan moneter, untuk menjaga kestabilan perekonomian negara, sebagai kesatuan ada juga kebijakan fiskal dan sektor riil. Namun dua kebijakan tersebut lebih banyak menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan kementerian yang berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Ada berbagai jenis kebijakan moneter yang bisa diterapkan oleh Bank Indonesia. Berikut penjelasannya!
👉 Dalam menjaga stabilitas, saat menjalankan kebijakan moneter, BI melihat perkembangan global termasuk negara-negara dengan perekonomian besar seperti Amerika Serikat. Ini kebijakan bank sentral AS: Ini Jadwal Rapat FOMC The Fed 2024 & Hasilnya!
Kebijakan moneter berdasarkan polanya
Ada dua jenis kebijakan moneter yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif diterapkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi saat dalam kondisi resesi. Sebaliknya, kebijakan moneter kontraktif diterapkan saat laju pertumbuhan ekonomi terlalu cepat (fase ekspansif) dan rentan mengalami overheating.

Kebijakan moneter berdasarkan arahnya
Kebijakan moneter berdasarkan arahnya terbagi menjadi dua yaitu akomodatif dan counter-cyclical. Kebijakan akomodatif atau procyclical adalah kebijakan untuk mengakomodasi fluktuasi yang terjadi pada perekonomian. Dalam hal ini BI hanya melakukan intervensi terbatas supaya saat terjadi pertumbuhan, tidak terlalu cepat lajunya. Sedangkan saat adanya pergerakan negatif dari ekonomi, resesi tidak jatuh terlalu dalam.
Kebijakan counter-cyclical adalah penerapan kebijakan moneter yang aktif untuk memperlunak perkembangan kegiatan ekonomi yang cenderung menuju titik balik esktrim.

Seperti yang terlihat dalam grafik di atas, suatau kegiatan ekonomi tanpa intervensi pemerintah bisa melaju sangat tinggi kemudian mengalami titik balik dengan kontraksi yang sangat dalam. Jika BI melaksanakan kebijakan moneter procyclical maka laju pertumbuhan bisa lebih stabil saat seharusnya melaju tinggi, dan tidak terlalu dalam kontraksinya saat seharusnya alami kontraksi. Sedangkan jika BI melaksanakan kebijakan moneter countercyclical BI benar-benar menahan laju pertumbuhan yang tinggi dan menahan agar ekonomi tidak turun tajam.
Alat untuk melaksanakan kebijakan moneter
Tujuan utama kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh BI adalah mencabai stabilitas nilai Rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran dan menjaga stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Menjaga kestabilan Rupiah berarti menjaga kestabilan harga barang dan jasa serta nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain. Untuk mengukur kestabilan barang dan jasa menggunakan data inflasi yang rendah dan stabil. Sehingga beberapa instrumen yang digunakan oleh BI adalah:
- Operasi Pasar Terbuka: bank sentral melakukan kegiatan jual-beli surat-surat berharga baik di pasar primer atau sekunder dengan mekanisme lelang atau non-lelang.
- Fasilitas Diskonto: bank sentral memberikan fasilitas kredit atau simpanan kepada bank-bank dengan jaminan surat berharga dan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh bank sentral sesuai arah kebijakan moneter.
- Cadangan wajib minimum: jumlah likuiditas minimum yang wajib dipelihara oleh bank komersial.
Sedangkan, yang menjadi instrumen utama untuk mempengaruhi kegiatan perekonomian mencapai tujuan akhir adalah suku bunga acuan. Dalam hal ini adalah kebijakan BI-Rate, yang mana rapat diadakan setiap satu bulan sekali.
Pengaruh kebijakan moneter: suku bunga terhadap nilai tukar
Setiap perubahan kebijakan moneter juga akan memengaruhi nilai tukar mata uang suatu negara. Apabila bank sentral menaikkan suku bunga acuan — suku bunga sebagai instrumen utama kebijakan moneter — maka akan ada selisih suku bunga suatu negara tersebut dengan negara lain.
Selisih ini yang akan mendorong investor asing meletakkan investasinya di instrumen keuangan di negara yang memiliki tingkat suku bunga (pengembalian investasi) yang lebih tinggi. Nah masuknya modal asing itu akan mendorong kestabilan nilai tukar mata uang suatu negara.
Pada akhirnya nilai mata uang yang stabil dan meningkat akan membuat produk impor jadi murah dan produk ekspor jadi lebih mahal. Tentu ini akan mendorong masyarakat melakukan impor dan mengurangi ekspor. Adanya peningkatan nilai tukar akan berdampak pada penurunan tekanan inflasi.
Di pasar keuangan, Anda juga bisa mendapatkan keuntungan melalui perdagangan forex. Jika Anda masih baru, pelajari Trading Forex untuk Pemula: Panduan Lengkap serta Tips dan Trik
Bank sentral menjalankan kebijakan moneter yang ketat dengan menaikkan suku bunga dan mempertahankan suku bunga tinggi jika dirasa inflasi sudah terlalu tinggi.
Setiap kenaikan atau penurunan suku bunga akan memengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Sehingga jika suku bunga tinggi, diikuti kenaikan suku bunga perbankan maka permintaan akan mengalami tekanan yang akhirnya akan menurunkan inflasi. Orang lebih senang menyimpan dananya karena suku bunga deposito meningkat. Sedangkan suku bunga kredit jadi cukup mahal.
Bank sentral bisa melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan. Ini akan membuat suku bunga kredit dan suku bunga deposito menurun. Menyimpan dana di deposito jadi tidak menarik lagi. Di sisi lain, mengajukan kredit jadi lebih murah dan biaya modal jadi lebih rendah.
Pengaruh kebijakan moneter: suku bunga pada harga saham
Perubahan suku bunga acuan suatu bank sentral juga bisa memengaruhi harga aset investasi seperti saham dan obligasi. Pada bagian ini kita akan membahas khusus saham.
Kenaikan suku bunga acuan bisa menurunkan harga saham sehingga ini akan mengurangi kekayaan individu dan perusahaan. Pada gilirannya, kemampuan mereka melakukan konsumsi dan investasi akan tergerus. Ini akan mengurangi perintaan agregat dan menurunkan tekanan inflasi.
Sebagai contoh, saat BI menyatakan menaikan suku bunga pada Oktober 2023 IHSG meresponnya dengan koreksi 1,6% sejak pembukaan pasar di awal tahun. Kenapa demikian?
Apabila suku bunga acuan terus meningkat maka suku bunga obligasi pemerintah dan deposito perbankan juga akan meningkat. Sehingga ini akan menurunkan minat investor terhadap instrumen saham. Apalagi dengan kenaikan suku bunga maka beban perusahaan akan meningkat sehingga laba bersihnya bisa mengalami tekanan.
Namun jika dirinci berdasarkan sektornya, maka ada beberapa sektor saham yang diuntungkan dengan kenaikan suku bunga acuan. Sektor tersebut antara lain perbankan, pembiayaan dan asuransi. Sektor ini akan mengalami peningkatan margin saat suku bunga acuan naik. Apalagi saat pertumbuhan kredit masih tinggi. Anda bisa melirik saham perbankan seperti BBCA dan BBRI.
Cari tahu saham apa saja yang menarik: pilih saham dengan dividen, saham terbaik di Indonesia dan perusahaan terbaik di Indonesia.
Pengaruh & hubungan kebijakan moneter: suku bunga acuan dengan obligasi
Dampak dan hubungan suku bunga acuan dan obligasi adalah berlawanan. Jadi ketika suku bunga acuan naik maka harga obligasi jadi turun. Ketika suku bunga acuan turun maka harga obligasi akan meningkat.
Mengapa bisa demikian? Obligasi adalah investasi dengan sifat pendapatan tetap. Artinya imbal hasilnya sudah ditetapkan (kupon) sejak obligasi ditawarkan. Dengan karakter ini, ketika suku bunga acuan meningkat lebih tinggi di atas kupon obligasi, maka obligasi tersebut jadi tidak menarik. Alhasil, harga obligasi turun untuk meningkatkan imbal hasil obligasi agar sesuai dengan tingkat suku bunga.
Saat suku bunga acuan lebih rendah, maka harga obligasi akan meningkat. Sebab kupon obligasi lebih menarik bagi investor dibanding tingkat suku bunga yang lebih rendah. Permintaan obligasi kemudian meningkat, alhasil harga jadi meningkat.
Selain itu saat suku bunga acuan mengalami perubahan, terutama ketika mengalami kenaikan maka obligasi yang baru lebih menarik. Obligasi yang baru terbit akan memiliki kupon yang lebih tinggi setara suku bunga yang baru. Sehingga permintaan pada obligasi lama akan turun dan akhirnya membuat harga obligasi turun.
Harga obligasi juga menjadi cerminan nilai waktu yang tersisa hingga jatuh tempo. Ketika suku bunga naik, obligasi dengan kupon tetap jadi kurang menarik dibanding obligasi yang baru terbit dengan suku bunga yang lebih tinggi. Maka, harga obligasi perlu turun agar bisa menawarkan imbal hasil yang sesuai dengan obligasi yang baru terbit.
Kesimpulan pengaruh kebijakan moneter
Bank sentral memiliki peranan penting dalam menjaga kestabilan ekonomi suatu negara. Hal yang kerap menjadi tujuan utama kebijakan moneter untuk menjaga kestabilan ekonomi adalah kestabilan inflasi.
Sebagai contoh, The Fed akan memangkas suku bunga jika inflasi turun ke level 2%. Saat ini inflasi Amerika Serikat (AS) masih berada di level 3,3%.
Ini menandai jika inflasi suatu negara masih tinggi, maka bank sentral akan menaikkan atau menahan suku bunga di level yang tinggi. Tujuannya mengendalikan perilaku bidang usaha dan perorangan supaya menahan belanja dan investasi sehingga ekonomi tidak mengalami overheating.
Jika suatu negara mengalami deflasi, maka bank sentral akan menurunkan suku bunga atau menahan suku bunga di level yang rendah. Tujuannya agar bidang usaha berani mengajukan kredit sehingga ekonomi tetap bertumbuh.
Perekonomian suatu negara bersifat dinamis, sehingga bank sentral perlu melakukan evaluasi kebijakannya secara berkala. Di AS dan Indonesia kebijakan ini dievaluasi setiap satu bulan sekali. Dalam konteks Bank Indonesia, bank sentral ini akan melihat kebijakan The Fed untuk memastikan pasar keuangan Indonesia tetap menarik di mata investor asing demi menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah.
Di pasar keuangan, kebijakan suku bunga acuan bank sentral menjadi hal utama yang diperhatikan oleh investor. Saat suku bunga acuan meningkat, investor melihat bahwa aset-aset berisiko tinggi jadi tidak menarik.
Dalam kondisi ini aset pendapatan tetap lebih menarik karena harganya yang murah dengan kupon imbal hasil yang tetap atau bahkan lebih tinggi jika obligasi diterbitkan setelah bank sentral menaikkan suku bunga acuannya.
Pentingnya mendapatkan informasi kebijakan moneter
Bank sentral dalam menjalankan tugasnya terus melakukan evaluasi baik kondisi global maupun dalam negeri secara berkala. Hasil evaluasi dari bank sentral ini bisa menjadi sinyal bagaimana kondisi pasar secara riil.
Apabila kondisi ekonomi lesu, maka ini akan tercermin di pasar keuangan. Sehingga penting bagi Anda untuk terus terupdate dengan informasi kebijakan moneter, hingga pada akhirnya Anda bisa memaksimalkan potensi keuntungan dan meminimalisir kerugian. Intinya Anda jadi lebih cepat tahu bagaimana pengaruh kebijakan moneter ke pasar keuangan.
Dengan melihat perkembangan kebijakan moneter, Anda jadi tahu di pasar saham, sektor apa saja yang mendapatkan sentimen positif dan negatif. Anda juga lebih mudah membuat keputusan kapan memindahkan dana ke aset pendapatan tetap seperti reksa dana, deposito dan obligasi.
Pertanyaan yang sering diajukan (FAQ)
Bank sentral yang ingin mengurangi jumlah uang beredar akan menaikkan suku bunga acuan yang juga akan diikuti peningkatan suku bunga kredit dan suku bunga deposito. Ini membuat biaya kredit makin mahal dan menyimpan uang di deposito perbankan lebih menguntungkan. Sehingga masyarakat lebih suka menabung.
Jika bank sentral melonggarkan pemberian kredit, maka jumlah uang yang beredar akan semakin banyak sehingga geliat ekonomi semakin bergairah. Baik dunia usaha maupun individual berani mengajukan kredit.
Secara umum perubahan suku bunga memberikan tekanan pada pasar saham karena investor beralih pada produk perbankan seperti deposito yang memberikan kepastian dan keuntungan yang lebih menarik. Juga karena investor berjaga-jaga dengan kondisi keuangan perusahaan yang bisa terbebani beban pembiayaan.
Harga suatu obligasi sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Jika suku bunga naik maka harga obligasi akan turun karena kupon yang ditawarkan jadi tidak menarik. Maka suatu obligasi harus menurunkan harganya supaya bisa memberikan imbal hasil yang setara dengan suku bunga yang naik.