Standar Emas: Pengertian dan Alasan Mulai Ditinggalkan

Standar emas merupakan standar mata uang yang telah ada di seluruh dunia sejak zaman dulu. Seluruh mata uang pada dasarnya harus memiliki back-up agar nilainya tetap riil dan tidak hilang. Namun, saat ini pemahaman akan standar ini mulai redup dan hilang.

Dalam artikel ini, kami akan membahas standar emas sebagai sistem moneter yang paling terkenal sepanjang sejarah. Apa itu? Apa saja kelebihannya? Lalu mengapa mulai tidak digunakan? Yuk, simak untuk tahu lebih jelas!
👉 Jika Anda ingin memulai trading, baca artikel yang kami tulis: Trading: Apa itu dan Bagaimana Cara Memulainya?
Apa itu Standar Emas?
Standar emas merupakan sistem moneter di mana nilai mata uang terkait langsung dengan harga emas. Oleh karena itu, konversi mata uang menjadi emas dapat terjadi kapan saja dan di bank mana pun.
Denifisi dari sistem moneter ini berlawanan dengan sistem yang ada saat ini, yaitu sistem fidusia. Pada sistem fidusia, penentuan nilai mata uang berdasarkan suku bunga dari bank sentral dan beberapa variabel lainnya.
Standar emas merupakan sistem moneter di mana nilai mata uang suatu negara berkaitan dengan jumlah emas yang dapat mendukung nilainya. Dengan sistem ini, siapa saja dana mengonversi uang kertas menjadi emas seusai dengan nilai tukar yang otoritas berwenang tetapkan.
Berikut merupakan poin penting yang harus Anda pahami:
- Stabilitas dan Prediktabilitas: Memberikan stabilitas harga jangka panjang dan prediktabilitas dalam perdagangan internasional.
- Pembatasan Kebijakan Moneter: Pembatasan pemerintah dalam mencetak uang sehingga inflasi juga terbatasi dan merespon resesi.
- Pertumbuhan Ekonomi dan Krisis: Meskipun memfasilitasi perdagangan internasional, namun standar emas berkontribusi pada krisis ekonomi karena tidak fleksibel.
Dalam sistem ini pemerintah mengatur jumlah uang yang beredar berdasarkan jumlah emas yang mereka miliki dalam cadangan mereka. Dengan demikian, negara dengan lebih banyak emas dapat meningkatkan penerbitan mata uang.
👉 Jika Anda ingin berinvestasi pada saham, baca artikel berikut ini: Investasi Saham untuk Pemula: Langkah Demi Langkah
Sejarah Standar Emas
Sebelum melihat lebih jauh emas sebagai sistem moneter, mari kita melihat sejarahnya terlebih dahulu. Berikut merupakan sejarah penting dari sistem monter ini:
Perdaban Kuno dan Abad Pertengahan
Penggunaan emas sabagai uang telah terjdai sejak perdaban kuno Mesir, Yunani, dan Romawai. Koin emas menjadi alat tukar karena nilai intrinsiknya, mudah dibentuk, dan ketahanan terhadap noda. Pada abad pertengahan, di Eropa koin emas menjadi dominan setelah Zaman Kegelapan. Misalnya seperti uang logam Bizantium dan dukat Venesia.

Abad ke-17 dan ke-18
Pada masa ini, standar emas mulai terbentuk. Beberapa negara mulai menerapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan berat tertentu emas. Pada akhir abad 17, Inggirs beralih ke standar emas dengan berdiridinya Bank of England pada 1694. Mereka mulai menerbitkan mata uang yang dapat mereka konversi menjadi emas.
Standar Emas Klasik (1816-1914)
Standar ini mulai dari tahun 1870-an hingga pecahnya Perang Dunia Pertama tahun 1914. Pada pertengahan abad 19, setelah gejolak akibat Perang Napoleon mereda, uang berbentuk koin (emas, perak, maupun tembaga) atau uang kertas. Namun, awalnya hanya Inggris dan koloninya yang menerapkan standar ini, kemudian Portugal mulai menerapkannya pada 1854.
👉 Baca juga alternatif berinvestasi pada ETF logam perak: ETF Perak Terbaik untuk Berinvestasi
Periode Antar Perang (1914-1944)
Penangguhan standar emas terjadi selama Perang Dunia Pertama karena beberapa negara membiayai perang dengan mencetak uang. Upaya pemulihan standar emas tahun 1920-an tidak membuahkan hasil.
Kemudian, Inggris kembali menerapkannya pada 1925, namun meninggalkannya pada 1931 karena tekanan Depresi Besar. Amerika Serikat mempertahankan standar ini namun dengan modifikasi. Hal ini menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan selama tahun 1930-an.
Sistem Bretton Woods (1944-1971)
Perumusan sistem ini terjadi pada Konferensi Bretton Woods di Amerika Serikat tahun 1944. Dolar menjadi pusat sistem karena dominasi politik dan ekonomi AS. Setelah kekacauan akibat perang, timbul keinginan untuk memiliki nilai tukar yang stabil untung perdagangan. Namun, mereka juga menginginkan fleksibilitas yang lebih baik dari standar emas tradisional.
Sistem ini menetapkan nilai tukar Dolar dengan emas sebesar US$ 35 per ons, sedangkan nilai tukar mata uang lainnya tetap. Pada sistem ini, ada izin kontrol modal sehingga memungkinkan pemerintah merangsang perekonomian dalam mendapat denda dari pasar keuangan.

Era sistem ini membuat ekonomi dunia tumbuh dengan cepat. Kebijakan Keynesian membuat pemerintah dapat meredam fluktuasi ekonomi serta umumnya tingat resesi menjadi ringan. Namun, ketegangan terjadi pada 1960-an sehingga terjadi inflasi global yang membuat harga emas menjadi sangat rendah.
Definisi perdagangan AS menyebabkan cadangan emas menjadi terkuras, namun terjadi penolakan terhadap gagasan devaluasi Dolar terhadap emas. Hal ini karena memerlukan kesepakatan dari negara yang mengalami surplus untuk meningkatka nilai tukarnya terhadap dolar untuk menyesuaikan.
Pembentukan London Gold Pool terjadi pada tahun 1961. Delapan negara menggabungkan cadangan emas untuk memperhatankan harga US$ 35 per ons dan mencegah kenaikan harga. Cara ini berhasil untuk beberapa waktu, namun menimbulkan ketegangan.
Pada Maret 1968, muncul pasar emas dua tingkat, dengan pasar swasta mengambang bebas dan transaksi resmi dengan paritas tetap. Sistem ini pada dasarnya rapuh sehingga masalah defisit AS terus berlanjut dan semakin intensif. Dengan meningkatnya spekulasi Dolar, bank sentral lain tidak mau menerima Dolar.
Akhirnya pada tahun 1971, Presiden Nixon mengakhiri konversi Dolar menjadi emas atas permintaan bank sentral negara lain. Sistem ini mulai runtuh dan perdagangan emas menjadi bebas di seluruh dunia.
Era Pasca Standar Emas
Pada tahun 1971, perekonomian global beroperasi dalam sistem mata uang fiat. Penentuan nilai tukarnya berdasarkan pada kekuatan pasar. Beberapa pihak masih mendukung kembali ke standar emas yang lebih stabil harga jangka panjangnya. Namun, sebagian besar ekonom berpendapat bahwa emas terlalu kaku sehingga membatasi kemampuan pemerintah untuk merespons krisis ekonomi.

Cara Kerja Standar Emas
Pada standar ini, suplai uang suatu negara bergantung dengan emas. Kebutuhan akan konversi uang fiat menjadi emas dapat membatasi jumlah uang fiat yang beredar. Sebagian besar negara memiliki rasio legal minimum emas terhadap uang kertas yang diterbitkan atau batasan serupa lainnya.
Secara teori, penyelesaian internasional memiliki arti bahwa sistem moneter yang berdasarkan standar emas dapat melakukan koreksi sendiri. Sehingga negara dengan defisit neraca pembayaran akan mengalami arus keluar emas, kurangnya uang beredar, penurunan harga, peningkatan daya saing, dan koreksi defisit neraca pembayaran. Hal sebaliknya akan terjadi pada negara dengan neraca pembayaran surplus.
Teori ini merupakan pengembangan filsuf dan ekonom abad 18, David Hume, yang kita kenal dengan “mekanisme aliran logam dan harga”.
Hal tersebut merupakan prinsip dasar cara kerja standar emas, meskipun kenyataannya lebih kompleks. Proses penyesuaian dapat dipercepat melalui operasi bank sentral. Alat utamanya yaitu suku bunga diskonto yang pada gilirannya mempengaruhi suku bunga pasar.
Peningkatan suku bunga mempercepat proses penyesuaian melalui dua cara. Pertama, pinjaman akan menjadi lebih mahal, pengeluaran investasi berkurang dan permintaan domestik yang menekan harga domestik. Selain itu, hal ini akan meningkatkan daya saing dan merangasang ekspor.
Kedua, suku bunga akan menjadi tinggi sehingga menarik utang luar negeri dan meningkatkan aku modal dalam neraca pembayaran. Sehingga penurunan suku bunga akan berdampak sebaliknya.
Bank sentral juga mempengaruhi jumlah uang yang beredar dengan mebeli atau menjual aset nasional, meskipun memerlukan pasar keuangan yang dalam. Oleh karena itu, hal ini hanya terjadi di Inggris kemudian Jerman.
Alasan Penggunaan Standar Emas
Terdapat riwayat penggunaan logam lain sebagai alat tukar, seperti perak yang terhenti karena volatilitas harganya dan penawaran yang meningkat, namun yang relevan tetap emas. Emas, memiliki beberapa karakteristik yang sesuai yaitu, pembagiannya tidak menghilangkan nilai dan tahan lama.
Penentuan nilai emas berdasarkan pada komposisinya sehigga tidak mudah terjadi pemalsuan. Selain itu, jumlah emas fisik terbatas pada jumlah emas yang ada di Bumi ini. Dengan ekstraksi maksimum tahunan emas sekitar 2-3% dari cadangan saat ini.
Penting untuk menjelaskan konsep “Stock to Flow“ yang menentukan hubungan antara total persediaan dan aliran dari aset tersebut. Hal ini karena memungkinkan kita untuk membandingkan kegunaan sebagai sebuah aset atau standar moneter.

Pada grafik di atas, kita dapat melihat prakiraan Stock to Flow selama 67 tahun, jauh lebih tinggi daripada logam lainnya.

Pada tabel perbandingan di atas, Dolar AS sebagai perwakilan mata uang fiat menunjukkan nilai yang palin rendah. Emas menjadi yang paling unggul dan perak hanya melampaui nilainya pada kateogori riwayat nilai rata-rata. Hal ini menegaskan bahwa emas menjadi aset yang paling sesuai untuk sistem moneter.
Kegunaan Emas sebagai Standar Moneter (Kelebihan)
Berikut merupakan dua kelebihan emas sehingga menjadi standar moneter:
- Memberikan stabilitas intrinsik pada harga sehingga menjadi keuntungan jangka panjang karena mempersulit pemerintah dalam memonopoli harga untuk memperbanyak peredaran uang. Di bawah harga standar emas, inflasi jarang terjadi karena jumlah uang beredar meningkat jika cadangan emas meningkat.
- Keuntungan kedua, standar emas memliki kemampuan menjalin perdagangan internasional dengan lebih sedikit ketidakpastian. Hal ini karena tidak adanya volatilitas mata uang pada beberapa negara yan menggunakan standar emas.
Alasan Emas Tidak Lagi Menjadi Standar Moneter (Kekurangan)
Namun, terdapat juga alasan untuk tidak mendukung standar emas, misalnya dengan menggunakan standar ini akan ada ketidakseimbangan antara negara produsen emas dengan yang bukan produsen. Selain itu, hal ini juga menghalangi pemerintah dan bank sentral dalam mengatur kebijakan moneter guna mencegah resesi ekonomi.
Sejak hilangnya penggunaan standar ini, emas terus mengalami penguatan terhadap Dolar. Sehingga, pada grafik berikut kita dapat melihat evolusi yang signifikan sejak tahun 1970. Emas telah mengalami peningkatan harga sebesar 70 kali lipat sedangkan Dolar mengalami sedikit depresiasi.
Apakah Mungkin Kembali ke Standar Emas?
Mengingat ketegangan geopolitik yang terjadi baru-baru ini, banyak ahli yang merujuk kembalinya ekonomi blok, di mana nilai mata uang memiliki efek yang lebih besar.
Sehingga BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi pembeli emas terbesar pada 2023 untuk memperkuat argumen tentang kekuatan mata uang mereka.
Menurut data terbaru Dewan Emas Dunia, China telah menambahkan 225 ton emas ke cadangannya tahun 2023. Kemudian, pada 2024 demam akumulasi emas BRICS berlanjut. Sehingga, pada dua kuartal utama tahun ini, pembelian dari China, India, dan Turki meningkat.
Grafik berikut menunjukkan perubahan kepemilikan emas negara-negara BRICS jika kita bandingkan dengan AS:

Namun, perlu Anda catat bahwa AS secara absolut menjadi negara dengan cadangan emas terbesar di dunia, kemudian Jerman mengikuti kurang dari setengah cadangan, serta Italia dan Prancis.

👉 Ini cara berinvestasi di China: Ini Cara Berinvestasi di Pasar Keuangan China
Apakah Standar Emas Tidak lagi Berfungsi sebagai Standar Moneter?
Jika melihat riwayatnya, standar ini telah hilang di semua negara pada abad 20 dan semua yang uang yang kita gunakan adalah fiat. Namun, kenyataannya lebih kompleks karena sejak tahun tahun 2020, cadangan emas bank sentra utama di dunia telah meningkat hingga mencapai rekor tertinggi.
Peningkatan ini menunjukkan keraguan akan kestabilan fiat atau mempersiapkan adanya skenario ekonomi yang tidak stabil. Selain itu, pembelian emas besar-besaran oleh BRICS menjunkkan bahwa emas masih memiliki fungsi cadangan nilai untuk berlindung dari keadaan yang tidak pasti.
Standar Emas vs Fiat: Mana yang lebih baik?
Standar emas, di mana jumlah emas mendukung nilai mata uang, menawarkan stabilitas dan kontrol terdapat inflasi karena membatasi jumlah uang beredar. Namun, sifat yang kaku menjadi kekurangan karena membatasi pertumbuhan ekonomi. Ini karena tidak dapat memperluas penawaran uang secara cepat pada saat krisi atau ekspansi ekonomi.
Di sisi lain, fiat tidak memiliki dukungan aset fisik dan nilainya bergantung pada pemerintah dan bank sentral. Sistem ini memungkinkan fleksibilitas dalam mengelola kebijakan moneter dan berdaptasi pada berbagai keadaan. Namun, fleksibilitas ini dapat membawa risiko penyalahgunaan seperti pencetakan uang yang berlebih. Sehingga dapat mengakibatkan inflasi yang tidak terkendali seperti negara di Afrika, Timur Tengah, atau Amerika Latin.
Akan lebih baik jika dapat menciptakan batasan moneter dalam pencetakan uang. Hal ini karena banyak pihak yang mungkin tidak tahu atau tidak mengalami masalah inflasi yang tidak terkendali.
Kesimpulannya, standar emas menjadi sistem moneter yang stabil dan membatasi kekuatan ekonomi birokrat, sehingga mendukung perdagangan antar negara. Namun, standar ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu tidak fleksibel ketika terjadi resesi atau krisis akibat dari perang atau pandemi.
👉 Pahami definisi inflasi dalam artikel berikut: Inflasi: Pengaruhnya Pada Ekonomi dan Kekuatan Beli Masyarakat Indonesia
Pertanyaan yang sering diajukan (FAQ)
Secara definitif, sistem ini mulai ditinggalkan AS pada tahun 1971 di bawah pemerintahan Presiden Richard Nixon. Ia menangguhkan konvertabilitas Dolar menjadi emas sehingga menjadi tanda akhir dari sistem Bretton Woods.
Saat ini, tidak ada negara yang dengan resmi menggunakan standar emas. Semua negara menggunakan sistem moneter berbasiskan fiat, sehingga hanya mendapat dukungan dari bank sentral setempat.
Sistem fiat menjadi pengganti standar emas, sehinigga nilai mata uang tidak terkait dengan barang berwujud. Namun, sistem ini sangat bergantung pada kepercayaan terhadap ekonomi dan pemerintah penerbit mata uang.