Memahami Istilah Buy the Dip

Buy the Dip adalah istilah dalam hal strategi investasi yang sering muncul di media sosial. Konsep ini menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir.

Istilah buy the dip sering merujuk pada strategi memanfaatkan penurunan harga aset sehingga kita dapat membelinya dengan harga yang lebih rendah. Dengan begitu, kita berharap harganya dapat pulih dan menghasilkan keuntungan di masa depan.
Dalam artikel ini, kami akan mebahas apa itu buy the dip? Bagaimana cara kerjanya, kapan dan apa instrumen yang paling sesuai untuk strategi ini. Yuk, simak untuk tahu lebih jelas!
👉 Strategi Investasi Buy and Hold: Pendekatan Cerdas untuk Investasi Saham
Apa itu Strategi Buy the Dip?
Konsep buy the dip secara harafiah berarti membeli saat harga turun. Strategi ini berdasarkan pada gagasan membeli aset ketika harganya turun sementara tanpa memikirkan alasan dan metodologi khusus. Sehingga penurunan tersebut menjadi kesempatan bagi kita untuk membeli dengan harga diskon. Anda bisa mengetahui aset sedsng diskon, misal pada saham dengan mengetahui dulu beda harga dan nilai saham.
Tentu saja, harapannya adalah setelah terjadi penurunan, harganya akan naik kembali sehingga menghasilkan keuntungan bagi kita. Kepercayaan ini muncul karena mereka berpikir bahwa pasar keuangan dalam jangka panjang akan cenderung naik. Namun, kepercayaan ini belum tentu benar.
Jika kita melihat indeks saham pada negara maju, tentu saja sesuai dengan kepercaayaan tersebut. Ini karena indeks saham tersebut memiliki riwayat yang menunjukkan tren naik setelah terjadi penurunan besar.
Namun, dalam dunia pasar keuangan tentu saja ada pengecualian berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Berikut merupakan contohnya:

Seperti yang telah kita lihat pada grafik indeks saham Spanyol, Ibex 35, sudah 16 tahun tidak dapat melampaui puncaknya. Artinya pemulihan dari penurunan belum terjadi pada jangka waktu yang panjang.
Hal yang sama terjadi pada indeks saham Jepang, Nikkei 225. Setelah kenaikan luar bias dari tahun 1990 hingga 2024, indeks ini tidak pernah kembali ke puncaknya.
👉 Investasi Indeks Saham: Cara Berinvestasi dan Jenis-Jenisnya
Bagaimana Cara Kerja Buy the Dip?
Mekanisme buy the dip secaara teori sangat sederhana. Anda cukup membeli saat harganya turun dengan asumsi penurunan hanya sementara, kemudian harganya akan pulih dan melampaui puncaknya.
Masalah yang Muncul
Mungkin teori ini terdengar sangat menarik, namun dalam praktiknya muncul beberapa masalah sebagai berikut:
- Aset apa yang kita beli dan tidak beli? Apa alasannya?
- Seberapa banyak penurunan aset sehingga kita bisa membelinya? Atau bagaimana kita mendistribusikan pembelian aset yang berbeda selama penurunan aset yang berkepanjangan?
- Kapan kita menjualnya?
- Bagaimana caranya menguji agar berhasil?
Agar strategi ini berhasil, perhatikan kuncinya sebagai berikut:
- Mengidentifikasi aset yang tepat dan menghindari yang tidak sesuai
- Mengidentifikasi apakah penurunan harga benar-benar merupakan peluang atau awal dari tren penurunan besar
Apa yang Dianggap sebagai Penurunan dalam buy the dip?
Buy the dip adalah strategi membeli saat terjadi tren penurunan. Maka yang menjadi kunci untuk kita dalah mendefinisikan dengan tepat apa yang kita anggap sebagai penurunan atau “the dip”. Sehingga kita benar-benar berada dalam penurunan aset sesuai dengan keinginan kita dan tahu saatnya membeli atau tidak.
Penurunan ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti koreksi pasar, reaksi berlebihan terhadap berita ekonomi, atau peristiwa yang mempengaruhi pandangan pada aset tertentu. Tidak semua penurunan harga saham sama kondisinya.
Hal ini menjadi tantangan besar pada strategi ini, yaitu menentukan apakah penurunan tersebut bersifat sementara atau tidak. Jika tidak, maka bisa aja aset tersebut memasuki fase penurunan yang lebih calam dan mungkin tidak akan pernah bisa pulih.
Identifikasi “dip” biasanya terjadi karena penurunan harga. Biasanya penurunan ini dalam bentuk persentase dari puncak terakhir. Namun, pemahaman penurunan ini bersifat subjektif. Berikut beberapa pemahamannya:
- Dip atau penurunan sementara yaitu berkisar antara 5% hingga 10%.
- Deep Dip yaitu penurunan yang berkisar di 20%.
Sebagai investor, pada keadaan tersebut kita harus merencanakan pembelian, menetukan berapa banyak yang akan kita hasilkan, kemudian menentukan persentase penurunannya. Selanjutnya, kita harus memutuskan berapa banyak modal yang akan kita investasikan dalam aset terseut. Hal lain yang harus kita lakukan untuk mengurangi risiko adalah menentukan batas persentase penurunannya.
Seperti yang kita amati dalam grafik kinerja S&P 500, biasanya penurunan tidak lebih dari 5% dan pulih dalam beberapa bulan. Umumnya, setiap 10-15 tahun, akan ada guncangan sebesar 20%-25%, namun terlalu banyak menungg umembuat kita kelihangan banyak peluang investasi.

- Kotak kuning menandakan penurunan lebih dari 20%. Dalam beberapa kesempatan, kita akan berada di luar pasar hingga 15 tahun.
- Kotak biru menandakan penurunan sekitar 5%. Hal ini cenderung umum terjadi dan memungkinkan kita untuk mengakumulasi posisi ketika harga lebih sering turun. Rata-ratanya 5% hingga 8% peluang muncul setiap tahunnya.
👉 Micro S&P 500 Futures: Apa itu dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Contoh Penerapan Strategi Buy the Dip
Untuk menerapkannya, penting memiliki pengetahuan yang baik pada aset dan memahami dengan baik konteks pasar.
Contohnya adalah membeli indeks saham selama koreksi. Indeks saham adalah aset yang terus-menerus mengubah persentase saham perusahaan berdasarkan perilakunya. Instrumen ini menjadi kandidat yang baik untuk menerapkan buy the dip.
Jika kita melihat indeks S&P 500, sepanjang riwayatnya mengalami koreksi pasar sebesar 10%-20%. Hal ini dalam jangka panjang memberikan peluang luar biasa untuk buy the dip. Sehingga para investor yang menerapkan strategi ini mendapatkan keuntugnan yang besar pada tahun 2024.
Namun, jika kita melihat Ibex 35, strategi ini kurang efisien apabila Anda menerapkannya sejak tahun 2008. Ini karena indeks tersebut tidak kembali pulih. Sehingga kita perlu melihat titik di mana harus membeli dan melihat apakah revaluasi setiap pembelian melebih kerugian.
Bagaimanapun juga, total pengembalian pasti tidak akan sesuai dengan harapan pada strategi ini.
👉 Indeks Saham Utama Eropa, Ini Daftarnya!
Aset yang sesuai
Buy the dip bisa menjadi hal yang menarik pada aset-aset dengan riwayat pertumbuhan yang solid dan berkelanjutan.
Reksa dana dan indeks saham (beserta ETF-nya) dapat menjadi pilihan yang baik. Ini karena sifat dari kedua aset tersebut yaitu memberi imbalan dengan menambahkan saham-saham berkualitas tinggi. Keduanya juga menghilangkan saham-saham yang merugi untuk terus memiliki saham berkinerja terbaik.
Opsi populer di aset ini misalnya MSCI ACWI atau MSCI World. Ini karena selain terus memperbarui sahamnya, mereka juga menghilangkan “risiko negara” pada indeks negara tertentu.

Selama 20 tahun terakhir, sebagian besar penurunannya tidak lebih dari 5% (kotak biru). Meskipun ada penurunan yang lebih buruk, indeks tersebut dapat pulih dalam beberapa bulan.
👉 Indeks MSCI: sejarah, kinerja, dan cara berinvestasi di dalamnya
Selanjutnya, kita beralih ke aset yang lebih aman, misalnya emas atau obligasi. Kita mungkin tidak mendapatkan imbal hasil yang menarik. Namun kita juga mungkin tidak mengalami penurunan yang siginifikan seperti pada saham atau mata uang kripto. Tetapi, baru-baru ini pasar obligasi mengalami devaluasi besar yang berlangsung beberapa tahun sehingga harus berhati-hati dengan teori.

Namun demikian, kita harus berhati-hati, karena bahkan emas pun membutuhkan waktu lama untuk pulih dari kejatuhan besar tahun 2011. Namun, itu tidak berarti bahwa setelah mencapai titik terendah, tidak ada kesempatan untuk memanfaatkan penurunan kecil.
👉 Standar Emas: Pengertian dan Alasan Mulai Ditinggalkan
Aset yang tidak sesuai
Pada beberapa aset, buy the dip merupakan strategi yang buruk, terutama jika kita melihat ekuitas. Statistik menunjukkan bahwa sebagai besar perusahaan gagal dalam beberapa tahun. Sehingga akan berbahaya jika kita berinvestasi ada aset yang sedang berkembang, memiliki sejarah yang masih singkat, dan fundamental yang lemah.
Sebenarnya yang sulit adalah menentukan aset di mana strategi ini berhasil. Dengan memilih aset secara acak tidak akan memberikan hasil yang baik bahkan kita dapat mengalami kerugian.

Misalnya pada saham perusahaan Tesla, volatilitas bisa terus memberikan tekanan dan penurunan menyakitkan. Sehingga ini adalah contoh di mana saham bukanlah aset terbaik untuk menerapkan strategi ini. Hal yang sama juga terjadi pada mata uang kripto.
Pada saham, kita dapat mempertimbangkan untuk melakukan buy the dip pada perusahaan yang solid dan stabil. Namun, sebenarnya strategi ini tidak terlalu menguntungkan pada saham meskipun berinvestasi pada perusahaan raja dividen.
👉 Saham Dividen terbaik: Investasi dengan saham Dividen yang bertahan dan naik selama setengah abad
Apakah Buy the Dip adalah strategi investasi yang baik?
Jawabannya adalah tergantung. Jika penerapan strategi ini sudah baik beserta metodologi yang konkret dan benar serta aset yang tepat, ini dapat menjadi strategi investasi terbaik. Namun, jika sebaliknya, ini adalah strategi yang sanget berbahaya.
Seperti strategi “Long Only“, strategi ini berfungsi lebih baik pada pasar dengan tren umum yang naik. Namun, ketika menerapkannya pada aset yang volatil, risiko kerugian juga akan meningkat.
Kuncinya, menggabungkan strategi dengan analisis yang solid dan manajemen risiko yang baik, dapat menghindarkan kita dari membeli aset yang tidak pernah pulih nilainya. Kemudian, kita juga dapat kehilangan jumlah modal yang banyak.
Buy the Dip vs DCA: Strategi mana yang lebih baik?
Sebelum melanjutkan, mari melihat strategi DCA yang berinvestasi secara berkala. DCA adalah strategi menginvestasikan jumlah yang sama dalam suatu aset setiap X waktu, terlepas dari faktor harga, penilaian aset, dan lain-lain.
Berikut merupakan dua jawaban yang berdasarakan logika maupun data pada kedua strategi ini berkaian mana yang lebih baik.
- Jika kita ingin bermain aman dan memiliki probabilitas tinggi untuk mendapatkan keuntungan positif dengan mengurangi kemungkinan kesalahan, maka pilihan terbaik adalah DCA.
- Jika kita adalah ahli pasar dan mengembangkan metodologi yang sangat baik untuk mendeteksi momen pembelian yang baik, maka Buy the Dip dapat menjadi strategi terbaik. Meskipun kita selalu akan mengambil risiko yang lebih besar dengannya.

Dengan demikian, DCA merupakan pilihan terbaik bagi sebagian besar investor. Namun, jika Anda adalah investor dengan pengetahuan dan pengalaman luas, strategi buy the dip dapat menjadi pilihan dan menghasilkan keuntungan.
Cara Mengoperasikan Strategi Buy the Dip dengan Derivatif
Kemudian, jika Anda ingin menggunakan buy the dip dalam jangka pendek sebagai lindung nilai maupun spekulasi, derivatif keuangan adalah pilihannya. Mari kita melihat operasi short (short position/menjual aset) pada S&P 500 berikut menggunakan MIFX.
Langkah 1: Cari Aset Dasar
Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah membuka akun MIFX dan melakukan setoran minimum. Setelah melakukannya, Anda dapat mencari aset dengan mengetik S&P 500 dan pilih aset tersebut. Kemudian, grafik akan muncul dan pilih operasi short.
Alasan melakukan operasi short karena indeks utama AS dapat melakukan koreksi penurunan dengan lebih cepat.

Setelah melihat grafik, kita bisa menentukan tingkat kickout terlebih dahulu. Ini adalah tingkat saat jika menyentuh harga tertentu, operasi akan tutup. Berikut tingkatannya:
- Tingkat pembukaan: 5.841
- Knockout: 5.860 poin
Langkah 2: Buat perintah jual alias short position
Setelah mengetahui titik-titik kritis yang telah kita pilih, saatnya untuk menetapkan operasi short. Berikut poin detilnya:
- Jenis perintah: pasar
- Take profit: Tetapkan pada 5.820 poin.
- Stop loss: tingkat knockout alias 5.860


Berikut pembacaan order tersebut:
Indeks S&P 500, saat ini berada di 5.711 poin, kita asumsikan akan ada ada koreksi penurunan setidaknya hingga 5.820 poin. Namun, jika kita salah kita akan memberikan margin error hingga 5.860 poin (tingkat kickout).
- Jika operasinya berjalan tidak benar, kita akan kehilangan US$ 93,75 untuk trading per 0,1 lotnya.
- Jika kita benar dan terjadi koreksi, karena take profit pada 5.550 poin, kita akan mendapatkan keuntungan US$ 106,25 per 0,1 lot.
👉 Kenali Jenis Rasio Keuangan dalam artikel tersebut!
Buy the Dip: Kelebihan dan Kekurangan
Mari kita mengakhiri artikel ini dengan mengumpulkan beberapa kelebihan dan kekurangan utama dari srategi buy the dip. Berikut daftarnya:
Kelebihan | Kekurangan |
✅Strategi yang baik jika kita menerapkannya pada aset yang tepat, misalnya indeks saham yang solid | ❌Jika penerapannya tidak benar, dapat membawa banyak risiko. Sehingga memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang mendalam |
✅ Kemungkinan membeli aset dengan harga yang bagus daripada membeli dengan harga mahal | ❌ Berbahaya jika tidak dapat mengidentifikasi penurunan dengan benar. Sehingga kita harus dapat membedakan penurunan bersifat sementara atau awal dari penurunan yang berkepanjangan |
✅Potensi pengembalian tinggi di pasar bullish jangkan panjan | ❌Pada aset individu seperti saham, risiko kerugiannya tinggi jika aset tersebut mengalami krisis struktural. |
✅ Memungkinkan kita menetapkan aturan operasi yang jelas dan manajemen risiko yang tepat agar berhasil. | ❌ Memerlukan analisis pasar yang mendalam dan manajemen risiko yang cermat. Sehingga tidak mudah melakukannya. |
Singkatnya, buy the dip adalah strategi investasi yang menjadi tren selama satu setengah dekade terakhir. Ini karena kita telah menyaksikan periode waktu dengan sangat sedikit penurunan, dan ketika perunan terjadi signifikan, mereka dapat pulih relatif cepat.
👉 Dampak Pemilu AS 2024 pada Pasar Keuangan dan Rekomendasi Strategi Investasi
Pertanyaan yang sering diajukan (FAQ)
Konsep ini berpusat pada membeli (atau mengambil posisi long) pada saham, indeks, atau aset lain setelah nilainya mengalami penurunan. Harapannya, dengan membeli pada harga yang lebih rendah daripada harga sebelumnya, ini bisa dianggap sebagai peluang beli yang menguntungkan. Jika harga naik kembali setelah penurunan tersebut, maka keuntungan dapat diperoleh.
Membeli saat harga turun dapat berpotensi mengurangi biaya kepemilikan dan meningkatkan potensi keuntungan. Namun, strategi ini juga bisa menyebabkan kerugian yang semakin besar. Terkadang, pelaku pasar mungkin bereaksi berlebihan saat menjual suatu aset, namun ada kalanya alasan mereka untuk menjual memang dapat dibenarkan.