Apa itu Marketing Sales di Saham Properti?

Salah satu aspek penting yang harus investor perhatikan ketika akan melakukan investasi saham properti yaitu marketing sales. Istilah ini bisa juga kita sebut dengan booked sales properti. Data ini menjadi cerminan minat pasar terhadap proyek yang ditawarkan oleh emiten sektor properti.

Dalam artikel ini, kami akan membahas apa itu marketing sales. Kemudian, kami juga akan membahas seberapa pentingnya booked sales pada saham properti serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Yuk, simak untuk tahu lebih jelas!
Apa itu Marketing Sales di Sektor Properti?
Marketing sales adalah total nilai penjualan unit properti (rumah, apartemen, ruko, atau kavling tanah) yang berhasil perusahaan properti pasarkan dalam periode tertentu. Kita juga mengenal istilah ini sebagai booked sales.
Dalam hal investasi, data ini mencerminkan performa penjualan dari developer (emiten properti) untuk menjaring konsumen, terutama saat tahap pra penjualan. Namun, penting untuk Anda catat bahwa emiten properti belum mengakui booked sales sebagai pendapatan (revenue). Ini karena hal tersebut akan tercatat sebagai pendapatan ketika sudah terjadi serah terima kepada pembeli.
Bagi investor saham properti, hal tersebut menjadi indikator awal yang penting untuk melihat potensi kinerja keuangan emiten di masa depan. Sehingga, semakin tinggi nilai booked sales akan semakin besar potensi pendapatan yang dapat mereka catatkan di masa yang akan datang.
Mari kita bahas perbedaan antara marketing sales dan pendapatan (revenue) pada bagian selanjutnya!
👉 Apa itu Laporan Keuangan & Jenis-jenis!
Perbedaan Marketing Sales dan Revenue di Laporan Keuangan
Berikut perbedaan dari keduanya yang sudah kami rangkum dalam bentuk tabel:
Aspek | Marketing Sales (Booked Sales) | Revenue (Pendapatan) |
---|---|---|
Definisi | Total nilai penjualan unit properti (rumah, apartemen, ruku, atau tanah) yang berhasil perusahaan pasarkan dalam periode tertentu. Namun, hal tersebut belum tercatat sebagai pendapatan resmi. | Pendapatan resmi yang perusahaan catatkan setelah proses pembangunan selesai dan sudah terjadi serah terima kepada pembeli. |
Waktu Pengakuan | Saat terjadi pemesanan atau penandatanganan perjanjian jual-beli (pra serah terima) | Setelah serah terima unit sesuai standar akuntansi (PSAK 72). |
Dampak ke Laba Bersih | Tidak langsung berdampak ke laba bersih karena belum tercatat sebagai pendapatan resmi. Sehingga, hal tersebut hanya mencerminkan prospek pendapatan di masa depan. | Berdampak langsung ke laba bersih karena tercatat dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan yang sah. |
Singkatnya, booked sales mencerminkan potensi, sedangkan revenue mencerminkan realisasi. Oleh karena itu, investor perlu memperhatikan keduanya dalam menilai kesehatan dan prospek pertumbuhan perusahaan properti.
👉 10 Sektor Industri Paling Menguntungkan untuk Investasi
Kenapa Marketing Sales Penting bagi Investor?
Marketing sales penting bagi investor karena menjadi indikator awal potensi pendapatan di masa depan. Nilai tersebut mencerminkan seberapa besar proyek properti yang berhasil emiten jual, meskipun belum tercatat sebagai revenue. Semakin tinggi angka marketing sales, semakin besar peluang perusahaan mencatat pendapatan dan laba di periode berikutnya setelah terjadi serah terima unit.
Selain itu, booked sales juga menunjukkan prospek bisnis properti dari emiten. Jika nilainya terus tumbuh dari tahun ke tahun, hal tersebut akan menjadi sinyal bahwa permintaan pasar terhadap proyek perusahaan cukup kuat dan strategi penjualannya berjalan efektif. Hal ini membuat emiten properti menjadi lebih menarik di mata investor jangka menengah hingga panjang.
Oleh karena itu, seringkali kinerja marketing sales memiliki dampak pada pergerakan harga saham emiten properti. Sehingga, ketika nilainya tumbuh secara signifikan, pasar biasanya merespons dengan positif. Kemudian, harga saham dapat mengalami kenaikan.
Bahkan, beberapa analis dan manajer investasi menjadikan pertumbuhan marketing sales sebagai dasar dalam menentukan taget harga saham properti. Ini karena hal tersebut memiliki keterkaitan dengan potensi pendapatan dan valuasi di masa depan.
👉 Contoh Neraca Keuangan: Definisi dan Cara Membuatnya!
Faktor yang Mempengaruhi Marketing Sales
Selanjutnya, kita akan melihat beberapa faktor yang mempengaruhi booked sales dari suatu emiten properti. Berikut penjelasannya:
1. Perubahan Suku Bunga KPR
Kenaikan suku bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) akan membuat cicilan ruman menjadi semakin tinggi. Sehingga, hal tersebut dapat menurunkan minat konsumen untuk membeli properti. Sebaliknya, jika suku bunganya turun, daya beli akan semakin meningkat dan booked sales cenderung naik.
👉 Apa itu Suku Bunga? Kenali Jenis-jenisnya!
2. Kondisi Pasar Properti Nasional
Jika pasar properti nasional sedang lesu (misalnya karena perekonomian sedang lemah), maka terjadi penurunan permintaan sehingga booked sales ikut tertekan. Namun, ketika pasar sedang bertumbuh, booked sales emiten properti juga akan ikut naik.
👉 Suku Bunga BI Rate Mei 2025 Turun jadi 5,5%
3. Lokasi Proyek Baru
Selanjutnya, lokasi proyek baru juga ikut mempengaruhi marketing sales dari emiten properti. Pemilihan lokasi baru yang lebih strategis (dekat dengan akses tol, transportasi publik, atau kawasan industri) biasanya akan lebih cepat diserap oleh pasar. Hal ini akan berdampak positif pada pencapaian dari booked sales.
4. Strategi Pemasaran Perusahaan Properti
Untuk dapat meningkatkan efektivitas penjualan, perusahaan harus melakukan beberapa strategi pemasaran seperti diskon, program cicilan ringan, kerja sama dengan bank, atau promosi digital. Sehingga, emiten dengan strategi pemasaran agresif cenderung memiliki marketing sales yang lebih tinggi.
5. Stimulus Pemerintah
Adanya insentif seperti PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) dapat menurunkan harga beli, sehingga mendorong lonjakan penjualan properti. Hal ini berkontribusi besar pada peningkatan booked sales dalam jangka pendek.
👉 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Indonesia: Apa dan Cara Kerjanya
Contoh Emiten Properti & Target Marketing Sales 2025
Selanjutnya, kita akan melihat target marketing sales pada tiga emiten yang bergerak di sektor properti. Ketiga emiten ini menjadi salah satu perusahaan properti besar yang ada di Indonesia, yaitu PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), dan PT. Pakuwon Jati Tbk (PWON).
Berikut penjelasannya:
PT. Ciputra Development Tbk (CTRA)
Pada tahun 2023, Ciputra Development menargetkan pra penjualan sebesar Rp 9,8 triliun yang naik 19% YoY. Kemudian, pada tahun tersebut CTRA berhasil menembus target tersebut dengan realisasi sebesar Rp 10,2 triliun. Sehingga, revenue-nya tumbuh 24% YoY.

Pada tahun selanjutnya, CTRA menentukan target yang naik 8% yaitu sebesar Rp 11,1 triliun. Realisasi yang dapat mereka capai yaitu 99,2% dari target sehingga revenue yang mereka bukukan sebesar Rp 11 triliun (8% YoY).
Selanjutnya, di tahun 2025 perusahaan menetapkan target Rp 11 triliun dan pada kuartal I 2025, CTRA berhasil membukukan marketing sales sebesar Rp 3,15 triliun.
Singkatnya, CTRA secara konsisten menaikkan target pada booked sales dan selalu berhasil melampauinya. Bahkan, mereka mencatatkan rekornya di tahun 2023-2024.
PT. Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE)
Bumi Serpong Damai menetapkan target pra penjualan sebesar Rp 9,5 triliun di tahun 2023. Kemudian, mereka berhasil melampaui target tersebut dengan membukukan pendapatan Rp 11,54 triliun (naik 12,74% YoY).

Selanjutnya, pada tahun 2024, BSDE menetapkan target marketing sales yang sama dengan tahun 2023, yaitu Rp 9,5 triliun. Mereka berhasil mencatatkan booked sales yang melampaui target, yaitu Rp 9,72 triliun. Kemudian, sepanjang tahun tersebut BSDE berhasil mencatatkan pendapatan sebesar Rp 13,7 triliun (naik 19,56% YoY).
Segmen residential memberikan kontribusi terbesar bagi pra penjualan, yang mencapai Rp 5,4 triliun (56%). Beberapa proyek unggulan di BSD City seperti Nava Park, Tresor, The Zora, Hiera, Tanakayu, dan Terravia menjadi penyumbang utama.
Selanjutnya, pada tahun 2025 BSDE meningkatkan target pra penjualan Rp 10 triliun dan pada kuartal I 2025, mereka mencatatkan pra penjualan sebesar Rp 2,43 triliun.
PT. Pakuwon Jati Tbk (PWON)
Berbeda dengan dua emiten lainnya, Pakuwon Jati menjadi salah satu emiten yang tidak dapat mencapai target di tahun 2023. Mereka hanya membukukan booked sales sebesar Rp 1,34 triliun dari target Rp 1,35 triliun. Sebanyak 56% dari pra penjualan ini menggunakan cara pembayaran via Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Namun, pada tahun 2024, PWON meningkatkan targetnya sebesar Rp 1,5 triliun. Kemudian, realisasi sepanjang tahun tersebut berhasil melampaui target, yaitu sebesar Rp 1,55 triliun. Sehingga, mereka akhirnya berhasil mencatatkan revenue sebesar Rp 6,67 triliun (naik 8% YoY).
Selanjutnya, pada tahun ini, mereka meingkatkan target sebesar Rp 1,8 triliun. Target ini meningkat 16,12% dri realisasi tahun lalu.
👉 Anda juga dapat berinvestasi pada reksa dana yang berisikan saham perusahaan properti, baca: DIRE Terbaik Indonesia: investasi murah di sektor properti
Kesimpulan – Marketing Sales di Saham Properti
Marketing sales atau pra penjualan adalah indikator penting dalam menilai prospek pendapatan masa depan dari suatu perusahaan properti. Angka tersebut mencerminkan nilai transaksi penjualan unit properti yang sudah terjadi namun belum tercatat sebagai pendapatan. Ini karena belum terjadi proses serah terima unit kepada pembeli.
Oleh karena itu, pra penjualan menjadi seperti “leading indicator” yang memberikan gambaran seberapa besar pendapatan yang akan perusahaan akui dalam 1 hingga 2 tahun mendatang. Bagi investor, ini berguna untuk memahami potensi pertumbuhan jangka pendek hingga menengah suatu emiten properti.
Namun, hal tersebut tidak dapat kita lihat sebagai satu-satunya ukuran dalam menilai kesehatan dan kelayakan investasi saham. Ada beberapa faktor lain yang juga penting untuk Anda pahami. Misalnya, struktur utang perusahaan.
Emitan dengan rasio utang yang tinggi dapat mengalami tekanan keuangan, terutama saat suku bunga naik. Kemudian, profit margin juga dapat menunjukkan efisiensi perusahaan dalam mengelola biaya proyeknya.
Perhatikan juga lokasi proyek yang juga termasuk ke dalam faktor krusial. Ini karena proyek yang berada di lokasi strategis cenderung lebih cepat terjual dan memiliki potensi apresiasi harga yang lebih tinggi.
Dengan demikian, marketing sales memang menjadi indikator penting, namun Anda tetap perlu untuk melakukan analisis lebih mendalam. Sehingga, Anda tidak salah dapat memperkirakan potensi dan risiko dari sebuah saham properti.
Pertanyaan yang sering diajukan (FAQ)
Marketing sales belum tentu langsung menjadi pendapatan. Angka ini mencerminkan nilai unit properti yang telah dipesan konsumen, biasanya melalui uang muka atau perjanjian jual beli. Pendapatan baru akan diakui secara resmi dalam laporan keuangan saat proses pembangunan selesai dan telah terjadi serah terima unit kepada pembeli. Jadi, marketing sales adalah indikator prospektif, bukan pendapatan aktual, meskipun memiliki potensi besar menjadi pemasukan di masa depan.
Laba bersih belum tentu langsung naik meskipun marketing sales tinggi karena pendapatan dari pra penjualan baru dibukukan setelah terjadi serah terima unit, bukan saat transaksi dilakukan. Selain itu, laba bersih juga dipengaruhi oleh biaya operasional, bunga utang, dan efisiensi proyek. Jika biaya pembangunan tinggi atau ada beban keuangan besar, maka profit bisa tertahan. Jadi, pra penjualan yang tinggi belum menjamin kenaikan laba bersih secara langsung dalam periode yang sama.
Tidak semua emiten properti secara rutin melaporkan pra penjualan. Umumnya, emiten properti yang fokus pada pengembangan dan penjualan residensial atau komersial jangka pendek cenderung lebih transparan dalam menyampaikan data ini secara kuartalan. Namun, beberapa emiten yang fokus pada recurring income (seperti sewa mal atau perkantoran) mungkin tidak menjadikan marketing sales sebagai indikator utama. Selain itu, pelaporan juga bisa bergantung pada kebijakan manajemen dan keterbukaan informasi masing-masing perusahaan.