Dampak Kebijakan Tarif Trump di Pasar Saham Eropa, AS & Indonesia

Dunia menjadi gempar karena kebijakan tarif Trump untuk impor yang baru saja ia tandatangani pada Rabu, 4 April 2025. Trump memberlakukan kebijakan ini sebagai bagian dari liberation day karena ia ingin membebaskan ekonomi AS dari ketergantungan impor.

Tarif Impor Donald Trump mempengaruhi pasar ekspor dunia terutama Indonesia

Namun, sebagai negara adidaya, tentunya kebijakan tersebut akan mempengaruhi pasar saham di beberapa benua seperti Eropa, Asia, dan Amerika. Kemudian, kita juga melihat bahwa indeks utama di beberapa negara juga mengalami penurunan setelah kebijakan ini diberlakukan.

Dalam artikel ini, kami akan membahas apa itu reciprocal tariffs dagang Trump? Kemudian, kami juga akan membahas bagaimana dampak kebijakan tarif Trump terhadap pasar saham dan indeks utama dunia, khususnya di Indonesia. Yuk, simak untuk tahu lebih jelas!

👉 Bagaimana cara kerja pasar saham? Temukan jawabanya dalam artikel tersebut!

Apa itu Kebijakan Trump Reciprocal Tariff atau Tarif Timbal Balik?

Reciprocal tarrif adalah kebijakan perdagangan di mana suatu negara menetapkan tarif impor yang sama dengan tarif yang negara mitra dagangnya kenakan pada produk mereka. Pada saat pengumuman kebijakan tarif Trump, ia mengatakan bahwa hal ini menjadi bagian dari strategi “America First“. Strategi ini memastikan bahwa perdagangan internasional berlaku secara adil bagi Amerika Serikat.

Kebijakan ini ia berlakukan karena beberapa mitra dagang utama AS seperti Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, Meksiko, dan India, mengenakan tarif tinggi terhadap produk AS. Namun, AS sendiri menerapkan tarif yang rendah bahkan nol pada produk mereka. Oleh karena itu, pemerintahan saat ini menerapkan reciprocal tarrif untuk menyamakan tarif dan menghilangkan ketimpangan yang ada.

Berikut tarif impor Donald Trump yang ia berlakukan pada beberapa negara termasuk Indonesia:

NegaraPengenaan Tarif Impor untuk ASTarif Resiprocal AS
Tiongkok67%34%
Uni Eropa39%20%
Vietnam90%46%
Taiwan64%32%
Jepang46%24%
India52%26%
Korea Selatan50%25%
Thailand72%36%
Swiss61%31%
Indonesia64%32%
Malaysia47%24%
Kamboja97%49%
Inggris10%10%
Afrika Selatan60%30%
Brasil10%10%
Bangladesh74%37%
Singapura10%10%
Israel33%17%
Filipina34%17%
Australia10%10%
Pakistan58%29%
Turki10%10%
Sri Lanka88%44%
Kolombia10%10%

Berikut beberapa tujuan utama dari tarif impor Donald Trump:

  1. Upaya perlindungan industri domestik AS dari persaingan yang tidak adil.
  2. Mengurangi defisit perdagangan Amerika dengan negara-negara lain terutama mitra dagang utamanya.
  3. Menekan negara mitra agar membuka akses pasar mereka lebih luas pada produk asal AS.
  4. Mendorong terjadinya negosiasi ulang sehingga kesepakatan dagangnya menjadi seimbang.

Namun, dari berita-berita yang telah kita lihat beberapa hari ini, kebijakan ini memicu ketegangan pada perdagangan. Sehingga, dapat meningkatkan khekawatiran global akan adanya perang tarif yang mempengaruhi stabilitas pasar keuangan internasional

Mari kita bahas dampak apa saja yang terjadi pada bagian selanjutnya!

Dampak Kebijakan Tarif Trump pada Pasar Saham Amerika

Kebijakan reciprocal tarrif dari Donald Trump menyebabkan terjadinya tekanan yang signifikan pada pasar saham AS. Kita dapat melihat adanya penurunan tajam setelah pengumuman kebijakan tersebut pada indeks Dow Jones Industrial Average, S&P 500, dan Nasdaq. Ini karena kekhawatiran investor terhadap meningkatnya ketegangan pada perdagangan dan biaya produksi.

Kinerja DJIA setelah pengumuman kebijakan tarif Trump
Kinerja Indeks Dow Jones Industrial Average | Sumber: Google Finance

Perusahaan di sektor manufaktur sangat bergantung pada impor bahan baku. Sehingga, industri otomotif dan elektronik menerima pukulan keras akibat adanya peningkatan biaya produksi. Sehingga, hal tersebut dapat menurunkan margin keuntungan dan memicu aksi jual secara besar-besaran.

Kinerja Indeks S&P 500 setelah pengumuman kebijakan tarif Trump
Kinerja Indeks S&P 500 | Sumber: Google Finance

Kemudian, kita dapat melihat penurunan kinerja pada indeks S&P 500 sebesar 8,21% dalam 5 hari terakhir. Kenaikan tarif impor menyebabkan harga barang konsumen meningkat. Ini karena adanya biaya tambahan yang harus konsumen tanggung.

Kinerja Indeks Nasdaq Composite setelah pengumuman kebijakan tarif Trump
Kinerja Indeks Nasdaq Composite | Sumber: Google Finance

Oleh karena itu, daya beli masyarkat menjadi turun. Sehingga, hal tersebut dapat menekan permintaan dan memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik. Ketidakpastian ini juga turut memperburuk sentimen pasar secara menyeluruh.

Sektor-Sektor yang Terkena Dampak Kebijakan Tarif Trump

Ada dua sektor utama di AS yang terdampak oleh reciprocal tarrif, yaitu sektor teknologi dan energi. Kedua sektor ini sangat bergantung pada rantai pasokan global.

Berikut penjelasannya:

Sektor Teknologi

Perusahaan teknolgi besar seperti Apple mengalami nilai yang signifikan. Sehingga, dalam 5 hari terakhir, saham perusahaan pencipta iPhone ini mengalami penurunan nilai hingga mencapai 13,27%. Ini karena mereka sangat tergantung pada rantai pasokan global, terutama dari Tiongkok maupun negara Asia lainnya.

Kinerja saham Apple terdampak kebijakan tarif Trump
Kinerja Saham Apple | Sumber: Google Finance

Penerapan tarif timbal balik ini memicu terjadinya gangguan rantai pasok, kenaikan biaya produksi, dan ketidakpastian dalam distribusi. Sehingga, dapat berdampak negatif terhadap kinerja dan proyeksi pendapatan perusahaan. Ini juga dapat menurunkan tingkat kepercayaan para investor sehingga melepas saham mereka.

Sektor Energi

Selanjutnya, ada sektor energi yang juga terdampak akibat fluktuasi harga minyak karena ketegangan perdagangan antara AS dan negara penghasil utama seperti Iran, Rusia, dan Venezuela. Ketidakpastian global ini menyebabkan volatilitas di pasar minyak. Sehingga, dapat mempengaruhi harga saham perusahaan-perusahaan energi dan stabilitas pasokan energi di pasar global.

👉 Berinvestasi Minyak di Indonesia : Cara dan Strategi Memperoleh Keuntungan

Respon The Fed terhadap tarif Trump

Jerome Powell sebagai Ketua Federal Reserve (The Fed) menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi AS tetap kuat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kebijakan ini membuat banyak pelaku pasar memperkirakan akan adanya perlambatan pertumbuhan mulai tahun 2025 ini.

Menurut Powell, kebijakan ini meningkatkan ketidakpastian dan menurukan ekspektasi terhadap prospek ekonomi karena tarif yang tinggi dalam perekonomian. Sehingga, kemungkinan besar akan meningkatkan tekanan inflasi dalam beberapa kuartal mendatang.

Ia juga melihat perkembangan untuk menuju target inflasi sebesar 2% mulai melambat. Kemudian, per Februari 2025, PCE (Personal Consumption Expenditures) mengalami kenaikan tahunan sebesar 2,5% dan inflasi inti PCE yang tidak menyertakan harga energi dan makanan berada di level 2,8%.

Tarif baru ini memungkinkan timbulnya lonjakan harga secara temporer. Namun, semua ini tergantung pada durasi dan skala kebijakan serta repsons pasar internasional.

Oleh karena itu, The Fed terus melakukan pemantauan dengan ketat pada data ekonomi dan risiko yang berkembang. Sehingga, mereka dapat melakukan pertimbangan pada penyesuaian kebijakan moneter.

👉 Apa itu Kebijakan Fiskal? Penjelasan Lengkap

Kekhawatiran Konsumen

Berdasarkan survei Sentimen Konsumen Universitas Michigan menunjukkan bahwa konsumen Amerika memperkirakan inflasi dapat mencapai rata-rata 5% dalam setahun ke depan. Ini karena merka khawatari akan kenaikan harga yang lebih tinggi akibat kebjiakan tarif ini.

Berikut data indeks sentimen konsumen dari University of Michigan:

Data Indeks Sentimen Konsumen AS
Sumber: Bloomberg (31 Maret 2025)

Selanjutnya, sentimen bagi perusahaan juga mengalami kemerosotan. Ini karena harga yang lebih tinggi akibat kebijakan tarif tersebut dapat membebani pendapatan riil dan meningkatkan pengeluaran mereka.

Dampak Kebijakan Tarif Impor Donald Trump terhadap Pasar Saham Eropa

Selanjutnya, mari kita lihat dampaknya di negara-negara Uni Eropa!

Kebijakan tarif timbal balik ini berdampak besar pada negara-negara di Benua Eropa, khususnya Jerman. Ini karena perekonomian negara tersebut sangat bergantung pada sektor ekspor. Oleh karena tarif terhadap produk Eropa seperti mobil, mesin produksi, dan barang industri lainnya, menjadi tantangan besar bagi eksportir Eropa dan memperburuk prospek perekonomian.

Grafik Nilai Tukar Euro terhadap Dolar AS
Grafik Nilai Tukar Euro terhadap USD | Sumber: Google Finance

Di sisi lain, ketegangan perdagangan ini menyebabkan nilai tukar Euro terhadap USD melemah. Sehingga, investor memilih untuk meminimalisir risiko dan memilih mata yang lebih stabil, seperti Dolar AS. Ini menambah tekanan ekonomi Eropa yang sebelumnya sudah mengalami krisis.

Kemudian, perlambatan ekonomi global dan adanya potensi resesi juga mendorong penurunan pada beberapa indeks saham utama di Eropa. Dua indeks seperti Euro Stoxx 50 dan FTSE 100 mengalami koreksi karena investor menghindari aset berisiko dan mencoba menyesuaikan portofolio mereka di tengan ketidakpastian global ini.

Kinerja Euro Stoxx 50
Kinerja Indeks Euro Stoxx 50 | Sumber: Google Finance

Gambar di atas menunjukkan adanya penurunan dalam 5 hari terakhir pada Euro Stoxx 50 sebesar 11,31%. Terjadi penurunan siginifikan setelah Donald Trump memberlakukan resiprocal tarrif sehingga menyebabkan ketidakpastian dan berdampak pada indeks tersebut.

Selanjutnya, gambar di bawah juga menunjukkan penurunan sebesar 8,22% nilai indeks FTSE 100 akibat adanya ketegangan perdagangan dan ketidakpastian ini.

Kinerja FTSE 100
Kinerja Indeks FTSE 100 | Sumber: Google Finance

Sektor yang Terdampak Tarif Impor Donald Trump di Eropa

Terdapat dua sektor yang paling terdampak dari kebijakan tersebut, yaitu sektor otomotif dan pertanian. Tentunya, hal tersebut akibat adanya kenaikan tarif yang menekan para eksportir Eropa pada produk-produk mereka. Berikut penjelasannya:

Sektor Otomotif

“Raksasa” otomotif di Eropa seperti Volkswagen, BMW, dan Daimler juga menghadapi tekanan besar akibat tarif tinggi bagi ekspor mobil Erope ke Amerika. Sehingga, hal tersebut mengganggu rantai pasok global serta meningkatkan biaya operasional serta distribusi.

Penurunan saham perusahaan otomotif asal Jerma, Volkswagen
Kinerja Saham VW dalam 5 Hari Terakhir | Sumber: Google Finance

Sektor Pertanian

Kemudian, negara pemasok hasil pertanian dan peternakan seperti Perancis dan Spanyol juga ikut terdampak. Mereka adalah negara yang rutin memasok produk seperti anggur, keju, dan buah-buahan ke Amerika Serikat. Tarif baru ini membuat produk-produk tersebut menjadi lebih mahal di pasar AS sehingga mengurangi daya saing serta menekan pendapatan petani dan eksportir.

👉🏻 Bank Sentral Eropa Pangkas Suku Bunga ECB Rate Jadi 2,5%

Dampak Tarif Trump pada Pasar Saham Asia

Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok sejak pemerintahan Donald Trump membawa dampak yang luas bagi perekonomian dunia, termasuk pasar saham Asia. Selain itu, hubungan bilateral antar keduanya semakin terguncang karena kebijakan tarif yang tinggi ini. Sehingga, hal tersebut juga memicu ketidakpastian bagi pelaku pasar di berbagai negara Asia yang memiliki keterkaitan erat dalam ranti pasok global.

Tiongkok sebaga ekonomi terbesar kedua, menjadi negara yang paling terdampak oleh kebijakan tersebut. Ini karena kebijakan reciprocal tarrif semakin menekan sektor ekspor yang menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Shanghai Composite Index mengalami dampak akibat resiprocal tarrif AS
Kinerja Shanghai Composite Index | Sumber: Google Finance

Dalam 5 hari terakhir Shanghai Composite Index mengalami penurunan sebesar 5,84%. Sehingga, hal tersebut mencerminkan kekhawatiran investor terhadap perlambatan ekonomi dan potensi terganggunya stabilitas finansial.

Untuk meredam dampak tersebut, Bank sentral Tiongkok (People’s Bank of China) kemungkinan akan melakukan pemangkasan suku bunga dan menyuntik likuiditas ke sistem perbankan untuk menjaga stabilitas. Sehingga, mereka dapat menjaga kepercayaan pasar dan mendorong konsumsi domestik untuk menyeimbangkan perekonomian.

Jepang dan Korea Ikut Terdampak Kebijakan Tarif Trump

Pasar saham Jepang, terutama indeks Nikkei 225 mengalami gejolak karena penurunan permintaan ekspor ke AS dan ketidakpastian ekonomi global. Jepang sebagai negara yang bergantung pada aktivitas ekspor harus menghadapi risiko penurunan permintaan serta rantai pasok mereka yang berakar dari Tiongkok juga terganggu.

Kemudian, ada Korea Selatan yang juga ikut terdampak terutama industri semikonduktor yang menjadi tulang punggung ekspor negara ini. Ketergantungan tinggi pada perdagangan global menjadikan sekot ini sangat rentan terhadap fluktuasi. Selain itu, sektor manufaktr Korea Selatan juga mengalami pelemahan, tercermin dalam performa pasar saham yang volatil sepanjang periode perang dagang.

Negara Asia Lainnya Ikut Terdampak

Negara-negara ASIA lainnya juga ikut terdampak, khususnya di wiliayah ASEAN yang sangat bergantung pada ekspor ke kedua negara tersebut. Misalnya, Vietnam, Indonesia, dan Thailand. Negara-negara ini juga ikut terdampak, meskipun intensitasnya bervariasi.

Berikut penjelasannya:

  • Vietnam: Meskipun sempat mendapatkan keutungan jangka pendek melalui relokasi investasi asing. Negara ini tetap menghadapi risiko jangka panjang akibat ketidakpastian global yang berpengaruh pada permintaan ekspor.
  • Indonesia: Negara kita menghadapi tekanan di sektor ekspor komoditas dan manufaktur. Ini karena kebijakan tersebut dapat menurunkan permintaan dari mitra dagang utama, baik Tiongkok maupun AS.
  • Thailand: Negara ini merupakan negara dengan perekonomian yang sangat terbuka. Namun, perekonomian Thailand juga mengalami penurunan ekspor, terutama di sektor otomotif dan elektronik. Kedua sektor tersebut sangat bergantung pada permintaan global.

Dampak Kebijakan Tarif Impor Trump pada Pasar Saham Indonesia

Tarif dagang Trump ini juga memberikan efek lanjutan pada negara berkembang seperti Indonesia. Ini karena Indonesia memiliki hubungan perdagangan yang erat dengan AS. Tekanan ekonomi global dan perubahan pola perdagangan turut mempengaruhi kinerja pasar saham domestik.

Kinerja IHSG yang sempat mengalami trading halt akibat pengumuman kebijakan tarif Trump
Kinerja IHSG | Sumber: TradingView

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung merespon dengan penurunan beberapa saat setelah dibuka kembali usai libur Lebaran 2025. Kondisi ini merupakan dampak langsung dari kebijakan tarif resiprokal sebesar 32% untuk produk impor asal Indonesia.

IHSG dibuka pada posisi 5.914,28 kemudian nilainya anjlok 9,19% atau 598,56 poin sehingga menyebabkan terjadinya trading halt lagi. Mereka mencatat terdapat 552 saham yang mengalami penurunan nilai. Bursa Efek Indonesia kemudian melakukan penyesuaian dengan menetapkan batas persentase Auto Rejection Bawah (ARB) menjadi 15%.

Surplus Ekspor Indonesia yang Terancam

Sepanjang 2024, Amerika menjadi penyumbang surplus terbesar pada neraca perdagangan Indonesia. Nilai surplus tersebut mencapai US$ 16,84 miliar. Surplus ini secara konsisten terjadi selama 10 tahun terakhir.

Berikut beberapa prudok ekspor utama Indonesia ke AS:

  • Produk manufaktur seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki
  • Elektronik dan ototmotif termasuk komponen dan suku cadang
  • Komoditas seperti karet, minyak sawit (CPO), maupun produk hasil pertanian dan perikanan

Namun, penerapan tarif 32% berdampak pada volume ekspor ke Amerika, terutama pada beberapa sektor yang terkena tarif tinggi.

Dengan adanya tarif Trump ini, volume ekspor diperkirakan akan mengalami penurunan yang signifikan. Sehingga, akan mempengaruhi kinerja emiten-emiten di pasar saham yang sangat bergantung pada pasar AS. Beberapa sektor yang bergantung pada ekspor ke AS seperti manufaktur dan komoditas akan merasakan tekanan terhadap pendapatan dan profitabilitas. Berikut penjelasannya:

Sektor Manufaktur

Sektor pertama yang paling terdampak adalah sektor manufaktur, khusunya tekstil dan garmen. Sehingga, perusahaan produsen pakaian dan alas kaki yang menjual sebagian besar produknya ke AS akan mengalami penurunan permintaan. Selain itu ketidakpastian ini akan mengganggu perencanaan produksi dan distribusi mereka.

Sektor Komoditas

Sektor komoditas juga tidak luput dari dampak pemberlakukan tarif Trump ini. Komoditas seperti minyak sawit, batu bara, dan karet akan mengalami penurunan permintaan oleh karena harganya yang akan melambung tinggi. Sehingga, perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI yang bergerak di sektor ini mengahadapi risiko tekanan harga serta mengalami pelemahan dari pasar ekpor utamanya.

Tentunya penurunan pada tingkat ekspor akan berpengaruh juga pada kinerja perusahaan. Oleh karena itu, tingkat kepercayaan investor semakin menurun dan akan melepas saham mereka. Hal ini juga akan menyebabkan harga saham emiten yang bergerak di sektor-sektor tersebut mengalami penurunan.

Ancaman Lainnya bagi Indonesia

Belum selesai dengan penurunan ancaman penurunan jumlah eskpor Indonesia ke AS, perekonomian negara kita juga mendapatkan ancaman lainnya.

Kita tahu bahwa Tiongkok adalah negara yang bergantung pada aktivitas ekpor untuk menunjang perekonomian mereka. Namun, kebijakan tarif ini akan mengalihkan target ekspor mereka ke negara-negara konsumtif lainnya. Indonesia menjadi salah satu negara konsumtif sehingga menjadi salah satu target mereka.

Sehingga, diperkirakan akan lebih banyak produk Tiongkok yang masuk ke negara kita. Produk tersebut tentunya memiliki harga yang lebih murah daripada harga produk lokal. Hal ini memicu kekhawatiran pada produk lokal karena mereka kalah saing dengan produk dari Tiongkok yang membanjiri pasar.

Hal ini juga dapat mengancam produk lokal kehilangan pangsa pasarnya di dalam negeri sendiri. Lebih jauh lagi, hal tersebut dapat memicu adanya badai PHK dari perusahaan lokal karena sudah tidak dapat mempertahankan bisnisnya lagi.

Ini menabah daftar tantangan bagi pemerinah Indonesia dalam menanggulangi dan menciptakan stabilitas perekonomian.

Kesimpulan

Akhirnya, kita melihat bahwa dampak dari kebijakan tarif ini terasa sangat luas, dari tekanan terhadap ekspor hingga gejolak pasar saham di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, dalam menghadapi dinamikan ini, ada tiga hal utama yang perilu investor perhatikan.

Berikut penjelasannya:

Dampak Global dari Kebijakan Tarif Impor Donald Trump

Kebijakan tarif yang agresif memicu penurunan pertumbuhan ekonomi global, mengganggu rantai pasok internasional, dan menciptakan ketidakpastian yang tinggi di pasar saham dunia. Sehingga, mengakibatkan volatilitas di banyak bursa saham, terutama di negara-negara yang sangat bergantung pada perdagangan internasional, seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara ASEAN.

Peluang dan Tantangan untuk Investor

Meskipun tekanan yang sangat besar, tetap terdapat peluang investasi khususnya di sektor-sektor yang tidak terlalu terdampak atau yang mendapat manfaat dari pergeseran rantai pasok global. Namun, para investor juga harus siap menghadapi risiko fluktuasi pasar, perubahan kebijakan secara mendadak, serta tekanan terhadap kinerja emitan yang sangat bergantung pada ekspor.

Perkembangan yang Perlu Diperhatikan ke Depannya

Kebijakan perdagangan dan proteksionisme sangat menentukan kondisi pasar saham. Apabila tren proteksionisme terus berlanjut dan meluas ke negara-negara lain, pasar keuangan di kawasan Asia dapat mengalami tekanan lebih lanjut. Namun, jika terjadi normalisasi hubungan dagang dan kerja sama multilateral diperkuat, pasar dapat kembali stabil dan pulih secara bertahap.

👉 Badai Finansial 2030: Apa itu, Penyebab, Cara Menghadapi

Pertanyaan yang sering diajukan (FAQ)

Apa dampak dari tarif Trump terhadap perekonomian Indonesia?

Tarif Trump menyebabkan ketidakpastian global yang menurunkan permintaan ekspor Indonesia, terutama di sektor manufaktur dan komoditas. Tekanan ini berdampak pada neraca perdagangan dan melemahkan sentimen pasar. Perusahaan yang bergantung pada ekspor ke AS menghadapi risiko penurunan pendapatan dan potensi gangguan rantai pasok. Selain itu, Indonesia akan dibanjiri dengan produk Tiongkok oleh karena mereka mengalihkan negara tujuan ekspor mereka. Hal ini juga akan menekan pangsa pasar produk lokal hingga menimbulkan badai PHK.

Tarif Trump mulai berlaku kapan?

Tarif 10% untuk semua negara akan mulai berlaku ada Sabtu 5 April 2025 pukul 00.01 Easter Daylight Time (EDT). Namun, untuk beberapa negara dengan tarif khusus seperti Indonesia, akan berlaku mulai 9 April 2025 pukul 00.01 EDT atau 11.01 WIB.

Artikel Terkait